Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka terkait tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1.

Dua tersangka itu adalah anggota Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih (EMS) dan pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo (JBK).

"Setelah melakukan pemeriksaan dan dilanjutkan gelar perkara dalam waktu 1x24 jam, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara secara bersama-sama terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan, saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Sabtu.

KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan serta menetapkan dua orang tersangka itu.

"Diduga sebagai penerima EMS, anggota Komisi VII DPR RI. Diduga sebagai pemberi JBK pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited," ujar Basaria.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (13/7), KPK mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait tindak pidana, yaitu uang sejumlah Rp500 juta dalam pecahan Rp100 ribu dan dokumen atau tanda terima uang sebesar Rp500 juta tersebut.?

Diduga, kata Basaria, penerimaan uang sebesar Rp500 juta merupakan bagian dari komitmen fee 2,5 persen dari nilai proyek yang akan diberikan kepada Eni Maulani Saragih dan kawan-kawan terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Diduga, penerimaan kali ini merupakan penerimaan keempat dari pengusaha JBK kepada EMS dengan nilai total setidak-tidaknya Rp4,8 miliar, yaitu Desember 2017 sebesar Rp2 miliar, Maret 2018 sebanyak Rp2 miliar, 8 Juni 2018 sebesar Rp300 juta," ujar Basaria pula.

Diduga uang diberikan oleh Johannes Budisutrisno Kotjo kepada Eni Maulani Saragih melalui staf dan keluarga.

"Diduga peran EMS adalah untuk memuluskan proses penandatanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1," kata Basaria.

Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto pasal 64 ayat (1) KUHP.

Pasal itu yang mengatur mengenai memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2018