Oleh Edy M Ya`kub Surabaya (ANTARA News) - Tak jarang, para ibu rumah tangga teledor saat memasak menggunakan kompor gas elpiji (Liquid Petroleum Gas/LPG), misalnya lupa mematikan kompor gas atau kurang tepat mematikan kompor gas. Bila hal itu terjadi, maka akan sangat mungkin terjadi ledakan dan akhirnya menimbulkan kebakaran. Contohnya, ledakan di Perumahan Legenda Wisata, Cibubur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada 23 Agustus 2007 yang bersumber dari tabung gas, sehingga dua korban mengalami luka bakar. Apalagi, pemerintah saat ini menggalakkan konversi minyak tanah ke elpiji untuk menekan subsidi minyak tanah dan menekan pemborosan energi dari bahan fosil. Hal itu tak perlu terjadi dengan sistem pendeteksi kebocoran dan pengamanan dini pada kompor elpiji berbasis FPGA (Field Programmable Gate Arrays). Konsep itulah yang diterapkan mahasiswa Sekolah Tinggi Manajemen Informatika dan Teknik Komputer (STIKOM) Surabaya, Era Harara (25). "FPGA dilengkapi dengan sensor bau atau bisa dikatakan sebagai sensor LPG. Alat deteksi itu memiliki tiga fungsi," katanya. Di sela-sela SNASTI (Seminar Nasional Sistem dan Teknologi Informasi 2007) di kampusnya, ia menjelaskan fungsi Alat Deteksi Kebocoran Berbasis FPGA adalah deteksi tekanan (isi) tabung. "Kalau alat menunjuk warna biru berarti isi tabung banyak, kalau warna kuning berarti isi tabung sedang, dan kalau warna merah berarti isi tabung rendah," katanya. Fungsi lainnya, kata putra bungsu dari tiga bersaudara kelahiran Sidoarjo itu, deteksi kebocoran elpiji dengan mengeluarkan bunyi (sirine) bila terjadi kebocoran. "Satu lagi fungsinya adalah pengaman dari ledakan atau kebakaran, karena sistem kontrol akan menutup secara otomatis bila ada kebocoran, sehingga kebakaran dan ledakan dapat dihindari," katanya. Mahasiswa jurusan Sistem Komputer STIKOM Surabaya itu mengatakan alat deteksi kebocoran elpiji yang dihubungkan dengan selang elpiji itu merupakan TA (tugas akhir) yang dirancang selama setahun dengan biaya pembuatan Rp1,5 juta. "Jadi, alat deteksi itu cukup efektif mengurangi terjadinya kebakaran, karena bila sensor elpiji mendeteksi adanya gas bocor, maka solenoid valve (katup tabung) yang terpasang pada mulut tabung langsung menutup," katanya. Sistem itu juga disertai suara buzzer sebagai tanda pemberitahuan kepada pemakai (user), sehingga kemungkinan terjadinya kebakaran dapat dihindarkan. "Alat deteksi/sensor itu dapat diletakkan sesuai dengan ruangan yang dikehendaki pemiliknya. Saya sebenarnya membuat untuk industri rumah makan yang biasa menggunakan tabung elpiji," katanya. Namun, katanya, tak menutup kemungkinan untuk dikembangkan pada pabrik besar sekali pun, sebab sensor itu dapat mendeteksi bau sekecil lubang jarum pun. "Untuk sementara, hasil ciptaan itu masih berupa prototipe, tapi kalau alat deteksi itu sudah dibuat mungkin harganya cukup Rp500 ribu," kata mahasiswa yang karyanya mendapat nilai A itu. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007