Jakarta (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menyampaikan gugatan ke Pengadilan Negeri Cibinong, Bogor, Jawa Barat, sebagai pihak yang terganggu kepentingannya dalam perkara gugatan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam terhadap Basuki Wasis.

"Besok, Rabu 3 Oktober 2018 KPK akan menyampaikan gugatan ke PN Cibinong sebagai pihak yang terganggu kepentingannya dalam perkara gugatan Nur Alam terhadap Basuki Wasis, yang merupakan ahli yang dihadirkan oleh KPK di persidangan, yang melakukan perhitungan kerugian negara sekitar Rp2,728 triliun," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa.

KPK meminta majelis hakim untuk tidak menerima gugatan yang diajukan oleh Nur Alam karena pokok perkara yang dipersoalkan pada gugatan tersebut masuk ranah hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi. 

"Perkara korupsi tentu saja diproses di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diatur khusus, bukan di Pengadilan Negeri dengan ranah perdata sehingga pengujian terhadap substansi yang disampaikan ahli merupakan wewenang dari Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," kata Febri. 

Sampai saat ini, kata Febri, perkara dengan terdakwa Nur Alam masih dalam proses kasasi sehingga KPK memandang seharusnya gugatan Nur Alam tidak diproses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Cibinong.

Selain itu, lanjut Febri, alasan Nur Alam telah mengalami kerugian materiil sejumlah Rp93,61 juta disebut mengada-ada akibat menjadi tersangka dan ditahan oleh KPK.

"Karena tidak mendapatkan tunjangan lainnya seperti insentif pajak bahan bakar, insentif pajak balik nama, dan insentif pajak kendaraan bermotor untuk triwulan III 2017 hingga triwulan I 2018 sebagai akibat menjadi tersangka dan ditahan oleh KPK, kami pandang mengada-ada. Seolah-olah Nur Alam dijadikan tersangka hanya karena keterangan ahli Basuki Wasis," tuturnya.

Padahal dalam penetapan tersangka Nur Alam, lembaganya tidak bergantung hanya pada satu keterangan ahli bahkan dugaan korupsi yang didakwakan pada Nur Alam tidak hanya satu, melainkan dua, yaitu terkait persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan menerima gratifikasi. 

Baca juga: KPK ajukan banding terkait vonis Nur Alam

Karena itu, lembaganya memandang tidak didapatkannya tunjangan oleh Nur Alam sejumlah Rp93,61 juta tersebut bukan karena perbuatan Basuki Wasis tetapi justru karena dugaan perbuatan Korupsi oleh Nur Alam yang kemudian diproses oleh KPK berdasarkan bukti yang cukup. 

"Hal ini semakin diperkuat karena hingga tingkat Pengadilan Tinggi, terdakwa divonis bersalah melakukan korupsi," ungkap Febri.

Pihaknya pun mengharapkan semua pihak berkomitmen untuk mendukung pemberantasan korupsi dan jangan sampai ada saksi atau ahli yang takut memberikan keterangan dan pendapat yang benar di pengadilan karena berisiko dikriminalisasi, diancam hingga digugat secara perdata. 

"Dalam gugatan Nur Alam ini, selain diminta harus mengganti kerugian materil Rp93,61 juta, Basuki juga digugat membayar kerugian immateriil dengan nilai sangat besar, yaitu Rp3 triliun. Di gugatan juga diminta agar tanah dan rumah Basuki di Ciomas Bogor disita," ujar Febri.

KPK juga telah berkoordinasi dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memastikan ahli Basuki diberikan perlindungan terkait keterangan yang pernah disampaikannya dalam proses penanganan perkara Nur Alam. 

"KPK menegaskan memberikan dukungan terhadap Basuki Wasis yang sebelumnya kami pandang telah berkontribusi positif dalam penanganan kasus Nur Alam dengan kerugian keuangan negara sangat besar tersebut," kata Febri. 

Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam divonis 12 tahun penjara
Baca juga: Gubernur Sultra Nur Alam ajukan banding
Baca juga: Pengadilan tinggi perberat hukuman mantan gubernur Sultra

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2018