Jakarta (ANTARA News) - Manajer Pemasaran PT Duta Graha Indah (DGI), Mohammad El Idris mengeluhkan hanya PT DGI (yang telah berubah nama menjadi PT Nusa Konstruksi Enjineering atau NKE) yang dijadikan terdakwa korupsi korporasi padahal menurutnya banyak perusahaan lain yang juga ikut memberikan "fee".

"Karena kita juga ingin bersaing dengan BUMN akhirnya mereka bersedia terima 15 persen. BUMN juga (memberikan fee) begitu pak, karena ingin dapat proyek juga, tapi yang diadili cuma kita saja, yang lain tidak diadili, yang dapat dari Nazarudin bukan kita saja, ada PP (Pembangunan Perumahan), ada Waskita, ada Adhi Karya," kata El Idris di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

El Idris menjadi saksi untuk PT NKE yang didakwa merugikan keuangan negara dari proyek pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran Tahun Anggaran 2009 dan 2010 sebesar Rp25,953 miliar. 

Mohammad El Idris adalah bekas narapidana yang sudah menjalani vonis 2 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan karena melakukan korupsi dalam kasus pembangunan Wisma Atlet SEA Games dan Gedung Serbaguna Sumatera Selatan 2010-2011.

"Karena saingan dengan BUMN yang lain, BUMN kasih segini, masa kita tidak berani? Kita kan cari proyek, seterusnya lebih gampang, apalagi setelah itu dia (Nazaruddin) jadi anggota DPR, dia tidak lebih banyak nongol, yang lebih banyak Rosa 'fee'-nya kita tawar-tawar awalnya mereka maunya banyak," tambah El Idris.

El Idris mengaku bahwa ia ditunjukkan tabel proyek oleh Mindo Rosalina Manulang yaitu bagian marketing Anugerah Grup, milik mantan bendahra umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin mana saja yang dapat dikerjakan.

"Saya kan dikasih lihat berkas yang diambil KPK dari kantor Nazarudin, tabelnya regulasinya, ada tulisanya. Rosa juga bilang ke saya, ini Pak Idris yang mengerjakan yah," ungkap El Idris.

Menurut El Idris, saat Nazaruddin ditangkap pada Agustus 2011, pimpinan KPK saat itu Busyro Muqoddas menceritakan bahwa ada 36 proyek senilai Rp6 triliun yang ada dalam tabel tersebut.

"Yang kita dapat cuma Rp1 triliun, yang kita dapat yang Rp5 triliun ke mana? Itu yang saya pikir, ini pengadilan kita cari keadilan " tambah El Idris.

Menurut El Idris, kondisi PT DGI saat ini sulit karena sedang menjalani proses hukum hingga 7,5 tahun sehingga bank tidak mau memberikan kredit kepada perusahaan itu.

"Bank-bank tidak mau memberikan fasilitas. Kasihan NKE sudah tidak punya duit benar. Sebelumnya karyawan 2.600 orang, sekarang karyawan 1.200. Mungkin lebih sedikit lagi, kita mau dihukum apalagi, yang itu kita bilang, kasihan kita. Kita karyawan menanggung keluarga," ungkap El Idris.

"Apa yang bapak sampaikan tadi akan kami serap, tentang proses PT DGI kita juga berharap selesai sekaligus, makanya kita datangkan saudara untuk memberikan keterangan," kata jaksa penuntut umum KPK Lie Putra Setiawan.

"Iya saya harap cepat kita sudah habis Rp100 miliaran," ungkap El Idris.

Dalam dakwaan, PT NKE setidaknya mendapat keuntungan Rp240,093 miliar dari 8 proyek pemerintah yang korporasi itu kerjakan.

Kedelapan proyek itu adalah proyek Pembangunan Rumah Sakit Khusus Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009 dan 2010 (Rp24,778 miliar), proyek Gedung Wisma Atlet Jakabaring di Palembang, Provinsi Sumatera Selatan (Rp42,717 miliar), proyek Gedung Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Surabaya (Rp44,536 miliar).

Selanjutnya proyek Gedung RS Pendidikan Universitas Mataram di Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (Rp23,902 miliar), proyek Gedung Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sungai Dareh di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat (Rp20,503 miliar), proyek Gedung Cardiac di Rumah Sakit Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara (Rp4,015 miliar), proyek Paviliun di RS Adam Malik Medan (Rp2,164 miliar) dan proyek RS Tropis Universitas Airlangga anggaran 2009 dan 2010 (Rp77,478 miliar). 

Atas perbutannya, PT NKE didakwa dengan Pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 Jo Pasal 18 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupai Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018