Jakarta (ANTARA News) - Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno yang merupakan rekanan Kementerian Pertanian dituntut 10 tahun dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan karena dinilai terbukti melakukan korupsi pengadaan sarana budidaya mendukung pengendalian organisme penggangu tanaman tahun anggaran 2013.

"Agar majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Sutrisno secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti 6 bulan kurungan," kata jaksa penuntut umum KPK Haerudin dalam sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, terdakwa tidak berterus terang dan berbelit-belit dalam persidangan," tambah jaksa Haerudin.

JPU KPK juga menuntut pembayaran uang pengganti yang sudah dinikmati oleh Sutrisno.

"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Sutrisno untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp7,302 miliar selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 7 bulan," ungkap jaksa Haerudin.

Nilai Rp7,302 miliar itu dikurangi dengan harta Sutrisno yang sudah dilelang yaitu satu tanah dan bangunan di perumahan Greenhill Residence, Jalan Bukit Kamboja II No 31, Karangploso, Malang, Jawa Timur; serta satu rumah susun di Jalan Cipto Mangun Kusumo, Surakarta atau dikenal dengan apartemen Solo Paragon di Lantai 1 Kavling 11 tipe silver seluas 29,51 meter persegi.

Perbuatan Sutrisno bersama-sama dengan pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan TA 2012-2013 Eko Mardiyanto, Dirut PT Karya Muda Jaya Ahmad Yani, Nasser Ibrahim dan Dirjen Holtikultura Hasanuddin Ibrahim itu merugikan keuangan negara senilai Rp12,947 miliar.

Mereka merekayasa kegiatan pengadaan fasilitasi sarana budidaya mendukung pengendalian organisme penggangu tanaman (OPT) dalam rangka belanja barang fisik lainnya untuk diserahkan kepada masayrakat/pemda di Ditjen Holtikultura Kementasn Tahun Anggaran 2013.

Rekayasa dilakukan dengan cara mengarahkan ke spesfikasi pupuk merek Rhizagold, melakukan penggelembungan harga barang pengadaan dan melakukan pengaturan peserta lelang untuk memenangkan perusahaan tertentu yaitu PT Karya Muda Jaya.

Perbuatan itu memperkaya Eko Mardiyanto senilai Rp1,005 miliar, Dirut PT HNW Sutrisno senilai Rp7,303 miliar, dirut PT Karya Muda Jaya Ahmad Yani melalui CV Ridho Putra sejumlah Rp1,7 miliar, Nasser Ibrahim sejumlah Rp200 juta, Dirut PT Karya Muda Jaya (KMJ) Subhan senilai Rp195 juta, PT HNW sejumlah Rp2 miliar dan CV Danaman Surya Lestari sejumlah Rp500 juta. Sutrisno adalah suplier pupuk michorhiza merek Rhizagold di Indonesia. 

Dirjen Holtikultura saat itu Hasanudin Ibrahim mengarahkan Siswanto Mulyaman sebagai koordinator tim perencanaan agar pengadaan fasilitasi budidaya mendukung pengendaliaan organisme pengganggu tanaman dimasukkan dalam anggaran TA 2013. Hasanuddin juga menaikkan nilai pengadaan pupuk michorhiza/cendawan penyubur menjadi senilai Rp18,615 miliar.

Sutrisno lalu menawarkan pupuk Michorhiza merek Rhizagold kepada Direktur Perlindungan Holtikultura Soesilo. Lelang barang kemudian dimenangkan PT KMJ yang berada di bawah kendali Sutrisno dengan anggaran senilai Rp18,309 miliar.

Sutrisno memberikan uang Rp300 juta kemada Eko Mardiyanto untuk membayar denda keterlambatan atas temuan Irjen Kementan sebesar Rp98 juta sedangkan sisanya diserahkan ke Irjen Kementan Rp100 juta dan Rp102 juta digunakan untuk keperluan pribadi Eko Mardiyanto.

Uang juga mengalir ke Nasser Ibhrahim pada 25 Juni 2013 yang merupakan adik dari Dirjen Holtikultura Hasanuddin Ibrahim sebesar Rp200 juta sehingga biaya yang digunakan Sutrisno untuk menyelesaikan pekerjaan pembelian pupuk ke Biotrack dan distribusi ke petani penerima bantuan hanyalah sebesar Rp3,477 miliar dari total anggaran Rp18,309 miliar.

Eko dan Sutrisno mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada 21 November 2018.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2018