Mataram (ANTARA News) - Wakil Presiden (Wapres), M. Jusuf Kalla, mengatakan bahwa kabupaten dan propinsi dengan penduduk yang memiliki kebiasaan merantau pada umumnya menjadi daerah dengan angka buta aksara tinggi. "Sebut saja daerah Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Bugis pada dasarnya sering merantau ke berbagai daerah hingga ke luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan ini sudah menjadi budaya, tetapi justru menjadi daerah dengan angka buta akrasa tinggi," katanya pada peringatan Hari Aksara Internasional ke-42 tingkat Nasional di Mataram, NTB, Sabtu. Peringatan HAI yang cukup meriah tersebut dipusatkan di lapangan umum Mataram dihadiri Mendiknas Bambang Sudibyo, para gubernur, walikota dan bupati penerima Anugerah Aksara dan ribuan orang termasuk warga belajar dari berbagai kabupaten dan kota se NTB serta diisi dengan kegiatan pameran. Lebih lanjut Kalla mengatakan, budaya merantau tidak ada masalah, asalkan ketika merantau tidak menyandang buta huruf sehingga sebelum berangkat harus dituntaskan terlebih dahulu kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Orang yang merantau termasuk menjadi TKI yang buta huruf dengan tidak buta huruf tentu penghasilannya akan berbeda, kalau yang buta huruf penghasilannya sedikit sementara yang tidak buta huruf akan lebih banyak. Dikatakan, hingga kini masih banyak daerah yang memiliki buta aksara cukup tinggi disebabkan karena penduduknya cukup banyak seperti NTB, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi selatan dan sejumlah propinsi lainnya. Tingginya buta aksara tersebut disebabkan disamping masalah budaya juga faktor ekonomi. "Sejak dulu kita memiliki berbagai program agar bangsa ini bebas dari buta aksara. Pada zaman dulu kita mengetahui ada program bebas buta huruf," katanya. Dalam memberantas buta aksara telah menjadi tekad sejak dulu cuma caranya yang berbeda, kalau cara lama di samping mendidik terkadang membutuhkan pemaksaan agar orang mau membaca. Sekarang caranya adalah lebih diutamakan aktivitas kita semua mendorong sosialisasi untuk kepentingan membaca tersebut. Untuk itu, pemerintah mempunyai program yang bermacam-macam dan dasarnya adalah Wajib Belajar sembilan tahun dan jika semua anak sudah belajar tentunya akan bisa membaca," katanya. Sementara itu, Mendiknas Bambang Sudibyo dalam sambutannya mengatakan, penetapan tanggal 8 September sebagai hari aksara internasional dilatarbelakangi keprihatinan negara-negara anggota Unesco pada tahun 1965 akan tingginya penyandang buta aksara. "Buta aksara sangat erat dengan kebodohan dan keterbalakangan. Untuk itu, bersama dengan Unesco sejumlah negara memulai pemberantasan buta aksara dengan memberikan kompetensi keaksaraan sehingga akan diikuti dengan kemampuan lainnya," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007