Ini merupakan hasil kolaborasi saya dengan seniman serta aktivis kesehatan jiwa asal Inggris James Leadbitter atau the vacuum cleaner
Jakarta (ANTARA News) - Seniman Hana Alfikih, yang lebih dikenal dengan nama Hana Madness, mengangkat fenomena kesehatan mental di Indonesia, melalui film dokumenter garapannya berjudul In Chains, di Jerman.

Hana, yang juga merupakan seorang aktivis kesehatan mental, mengatakan bahwa dokumenter In Chains mengangkat kisah sebuah komunitas kesehatan jiwa di Cianjur, Jawa Barat, bernama Istana KSJ.

"Ini merupakan hasil kolaborasi saya dengan seniman serta aktivis kesehatan jiwa asal Inggris James Leadbitter atau the vacuum cleaner," kata Hana ketika dihubungi di Jakarta, Selasa.

Film dokumenter pendek itu menceritakan perjalanan dan penemuan keduanya saat mengunjungi Istana KSJ pada pertengahan 2018 lalu, dan mempelajari secara langsung bagaimana masyarakat komunitas tersebut menjalani kehidupan sehari-hari, serta menceritakan pengalaman mereka dalam mencapai perawatan yang sesuai, pemberdayaan serta kelangsungan hidup.

Karya tersebut bertujuan untuk membuka wawasan masyarakat luas akan potret stigma kesehatan mental yang masih terus terjadi, terutama di kota-kota kecil dan pedesaan.

Menurut dia setelah menampilkan karyanya di Festival UK/ID dan Festival Bebas Batas di Indonesia, Hana dan James membawa film dokumenter 18 menit itu ke kota Bremen, Jerman untuk ditayangkan di Festival Film Utopia pada 29 Oktober lalu.

Setelah Bremen, ia dan James terbang menuju Munich, dimana mereka berkesempatan untuk menampilkan filmnya dalam sebuah festival besar bernama Politic Im Frein Theater di sesi acara Tender Provocations, The Art of a Culture of Hope, di Kammerspiele Theater di Munich, pada tanggal 2 dan 3 November.

"Kami menampilkan karya kami dan berbagi panggung dengan seniman-seniman serta aktivis disabilitas berpengaruh asal Eropa dan Inggris. Dalam narasi, kami menceritakan proses dan perjuangan yang kami rasakan dalam proses pembuatan karya ini. Kami juga memaparkan latar belakang kami sebagai seniman dan aktivis, serta bagaimana seni menyelamatkan hidup kami," ungkapnya.

Hana sendiri pernah didiagnosa menderita skizofrenia serta gangguan bipolar disorder yang masih diidapnya sampai sekarang. "Seni menjadi senjata bagi saya dalam menjaga diri sendiri dan menjaga kewarasan saya. Seni memberikan saya wadah untuk berkreasi dan untuk dapat didengar," pungkasnya.

Baca juga: Sineas pemenang Emmy Awards bagikan tips bikin film dokumenter yang baik
Baca juga: Papuan Voice ingin ubah stigma Papua lewat film

Pewarta: Aria Cindyara
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018