Banda Aceh (ANTARA News) - Direktur Pusat Kajian Politik FISIP Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, menyatakan keterlibatan perempuan dalam partai politik dan parlemen saat ini masih rendah, sehingga berpengaruh kepada rendahnya kuantitas keterwakilan kaum hawa dalam jabatan-jabatan tertentu. Ia menyatakan di Banda Aceh, Kamis, pada evaluasi hasil Pemilu tahun 2004 yang terkait dengan pencalonan perempuan, bukan hanya soal sanksi yang belum diatur, tetapi juga soal komitmen Parpol untuk menerapkan tindakan afirmatif di internal mereka yang belum ada. Dia mencontohkan dari tujuh partai politik peraih suara terbanyak dalam Pemilu 2004, hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang memiliki pengurus perempuan di DPP yang hampir mencapai 30 persen. "Dari tujuh partai itu, hanya tiga partai yang menyebutkan tindakan afirmatif bagi perempuan dalam peraturan internal partai terutama AD/ART," kata Sri Budi Eko Wardani lagi. Saat ini, DPR RI sedang melakukan revisi UU partai politik dan UU Pemilu. Dan ini merupakan kesempatan agar UU tersebut lebih memiliki "affirmative action" terhadap keterlibatan perempuan dalam parlemen. Puskapol FISIP UI telah melakukan beberapa revisi untuk affirmation action keterlibatan perempuan dalam UU tersebut, katanya. Misalnya, dalam pasal-2 ayat-4 UU Partai politik yang isinya kepengurusan partai politik tingkat pusat yang dimaksud pada ayat (2) disusun dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan gender. Puskapol FISIP UI memberi usulan kepengurusan partai politik tingkat pusat sebagaimana yang dimaksud ayat (2) disusun dengan memiliki sekurang-kurangnya 30 persen perempuan, katanya. Sementara itu, pengamat hukum sekaligus akademisi dari Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh, Mawardi Ismail menyatakan, rekomendasi yang dilakukan oleh Puskapol UI sudah cukup konfrehensif dan mendalam, meskipun ada beberapa kekurangan yang harus disesuaikan. "Adanya perubahan terhadap UU Parpol dan UU Pemilu menjadi peluang yang tepat untuk menyamankan masa depan peranan perempuan dalam politik," kata mantan anggota DPRD Aceh itu. Selanjutnya, aktivis perempuan sekaligus Direktur eksekutif Mitra Sejati Perempuan Indonesia (MISPI) Aceh, Syarifah Rahmatillah menyatakan bahwa inisiatif baru dalam upaya mendukung rekomendasi revisi UU Parpol dan UU Pemilu telah dilakukan banyak pihak di level nasional. "Dalam konteks lokal, dukungan dan kesiapan kelompok perempuan mutlak dibutuhkan, apalagi implementasi UU tersebut akan berhubungan dengan masyarakat politik di provinsi dan kabupaten," katanya. Selain itu, diharapkan partisipasi perempuan sendiri dalam upaya mendukung advokasi rekomendasi revisi kedua UU itu harus menyeluruh dan bersifat inklusif dan non diskriminatif, katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007