Jakarta, (ANTARA News) - Pemerintah terus berupaya meningkatkan nilai investasi, baik dari penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA). Investasi, khususnya di sektor industri, menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

Dampak yang paling penting dari penambahan investasi adalah lapangan kerja baru.

Kementerian Perindustrian mencatat, investasi di sektor industri manufaktur selama empat tahun belakangan ini tumbuh signifikan. Pada 2014 sebesar Rp195,74 triliun, naik mencapai Rp274,09 triliun di 2017. 

Sementara, semester I/2018, investasi manufaktur sudah menembus Rp121,56 triliun dengan total jumlah tenaga kerja saat ini sebanyak 17,92 juta orang.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartaro mengatakan efek investasi juga bisa mendapat pengalaman praktik terbaik dari negara lain yang menanamkan modalnya di Indonesia, seperti manfaat dari transfer teknologi, peningkatan pengetahuan dan keahlian tenaga kerja, serta perluasan jaringan usaha.

Selama ini, dalam rangka meningkatkan investasi, pemerintah telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan seperti pemberian fasililas insentif berupa tax allowance, tax holiday, dan bea masuk ditanggung pemerintah. Selain itu penerapan Online Single Submission (OSS). 

Berbagai kebijakan strategis tersebut dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemudahan dan kenyamanan investor serta menciptakan lingkungan usaha yang kondusif di dalam negeri.

Instrumen lain yang digulirkan pemerintah untuk mengatur investasi adalah menetapkan Daftar Negatif Investasi (DNI). Hal ini memuat sektor usaha mana saja yang tertutup sepenuhnya bagi investasi dan sektor usaha yang terbuka dengan persyaratan tertentu. 

DNI dinilai harus mencerminkan keseimbangan antara tujuan pembangunan ekonomi dan kepentingan nasional, sehingga DNI harus bersifat dinamis atau selalu mengikuti perkembangan dan kondisi ekonomi nasional serta mempertimbangkan kondisi bisnis dari sektor usaha.

Beberapa hari lalu, pemerintah mengumumkan kebijakan relaksasi DNI yang merevisi Perpres Nomor 44 Tahun 2016 sebagai bagian dari Paket Kebijakan Ekonomi XVI. 

Relaksasi DNI ini dimaksudkan untuk mendorong penanaman modal dalam negeri maupun asing untuk berinvestasi, sehingga kebijakan tersebut lebih promotif.

Selain itu, Paket Kebijakan Ekonomi XVI juga dapat memperluas peluang kemitraan dengan UMKM dan koperasi agar skala usahanya lebih besar.

Di sektor manufaktur, beberapa bidang usaha yang dibuka untuk investasi adalah industri pencetakan kain dan industri rajut, industri crumb rubber, industri kopra, kecap, pengolahan susu, susu kental manis, industri barang dari kayu, industri minyak atsiri, serta industri paku, mur dan baut.

Usulan relaksasi dilakukan dengan alasan yang kuat. Contohnya, penghapusan bidang usaha industri pengolahan crumb rubber dari regulasi DNI. 

Hal ini dilakukan karena selama 2012-2016 penambahan industri tersebut hanya bertambah satu unit saja, dari 201 perusahaan menjadi 202 perusahaan.

Jadi, relaksasi DNI ini terbuka untuk PMA dan PMDN, kemudian ada yang khusus untuk UMKM dan ada juga yang asing dibatasi. Daftar yang dibuka adalah karena tidak ada investasi dalam tiga tahun terakhir atau investasi tidak signifikan.

Airlangga mengemukakan, dalam relaksasi DNI ini, tidak ada kewajiban dalam membangun industri harus bekerja sama dengan perusahaan lainnya di bidang yang sama. 

Skema dari UMKM dan kemitraan juga bisa dalam bentuk kontrak, suplai bahan baku atau bisa kegiatan inti plasma, serta pola kemitraan lainnya. 

Tumbuhkan populasi industri

Menperin pun menyampaikan, peningkatan investasi mendorong pertumbuhan populasi industri. 

Pada periode tahun 2014-2017, telah tejadi penambahan populasi industri besar dan sedang, dari tahun 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha sehingga tumbuh 5.898 unit usaha.

Sedangkan, di sektor industri kecil juga mengalami penambahan, dari tahun 2014 sebanyak 3,52 juta unit usaha menjadi 4,49 juta unit usaha di 2017. Artinya, tumbuh hingga 970 ribu industri kecil selama empat tahun belakangan ini.

“Oleh karena itu, melalui kebijakan relaksasi DNI, diperlukan investasi baru agar dapat menghasilkan produk olahan lain yang bernilai tambah tinggi,” tegasnya. 

Industri pencetakan kain dan industri kain rajutan dikeluarkan dari DNI karena permintaan kain cetak mencapai 236 ribu ton per tahun tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang hanya mampu menyuplai 169 ribu ton per tahun, sehingga impor kain cetak terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. 

Untuk menekan impor kain cetak tersebut maka industri pencetakan kain perlu untuk didorong peningkatan investasinya. Di samping itu kebutuhan nilai investasi untuk industri pencetakan kain relatif besar mencapai Rp100 miliar yang tidak masuk dalam klasifikasi UMKM.

Guna mendorong peningkatan investasi pada sektor industri tersebut, pemerintah juga memasukan industri pencetakan kain dan industri kain rajut ke dalam industri yang dapat memanfaatkan fasilitas tax allowance. 

Fasilitas tax allowance ini diberikan kepada industri sedang besar, dengan demikian bidang usaha tersebut diharapkan dapat terus tumbuh dan berkembang.

Dalam revisi DNI ini, pemerintah tetap menjaga sejumlah bidang usaha untuk melindungi pelaku usaha UMKM. 

Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan yang dicadangkan untuk UMKM serta koperasi di antaranya adalah industri tempe, tahu dan makanan dari kedelai, industri gula merah, industri batik tulis, industri bordir, industri pengasapan karet, dan sebagainya. 

Menperin menambahkan, total bidang usaha yang telah dikeluarkan dari DNI mencapai 87 bidang usaha termasuk kebijakan pemerintah sebelumnya lewat Perpres No.44 Tahun 2016. 

Pemerintah berharap, kebijakan relaksasi ini dapat berhasil meningkatkan investasi terlebih jika dipadukan dengan kebijakan dan instrumen fiskal lain seperti tax allowance dan tax holiday.

Dunia Usaha

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Rosan Roeslani sempat menyampaikan bahwa dunia usaha tidak dilibatkan dalam pembahasan relaksasi DNI, termasuk sektor apa saja yang perlu dikeluarkan dan dipertahankan.

Satu hari setelah melontarkan komentar tersebut, pemerintah kemudian mengundang perwakilan dari dunia usaha, yakni pihak Kadin dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi).

Rosan yang mewakili Kadin dan Ketua Badan Otonom Hipmi Tax Center Ajib Hamdani yang mewakili Hipmi bertemu dengan Menko Perekonomian Darmin Nasution dan Menperin Airlangga.

Dari hasil pertemuan tersebut, Rosan menyampaikan bahwa banyak dari kebijakan yang tertuang dalam relaksasi DNI yang perlu dipahami betul oleh para pengusaha, mengingat kebijakan tersebut akan sangat mempengaruhi mereka.

Untuk itu, disepakati bahwa pemerintah akan melakukan sosialisasi kepada pelaku usaha terkait relaksasi DNI yang termasuk dalam Paket Kebijakan Ekonomi XVI.

Menurutnya usaha memerlukan sosialisasi terkait relaksasi DNI untuk menyamakan persepsi antara pihak pengusaha dan maksud pemerintah tentang kebijakan tersebut.

Pada sosialisasi yang akan dihadiri asosiasi dari berbagai sektor usaha tersebut, Kadin akan menerima setiap masukan dan menghimpunnya secara tertulis untuk disampaikan secara resmi kepada pemerintah.

Rosan mengaku, kalangan pengusaha belum diberi kesempatan untuk menyampaikan usulan terkait kebijakan relaksasi DNI.

Masukan dari pelaku usaha tersebut dapat disampaikan sebelum Paket Kebijakan XVI benar-benar diberlakukan.

Dengan sinergi antara pemerintah dan pengusaha tersebut, diharapkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI dapat benar-benar membawa dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia

Sehingga, investasi dan sektor industri yang menjadi tulang punggung dapat semakin menggeliat yang akan berdampak pada keseluruhan perekonomian nasional.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018