Markas Besar PBB, New York (ANTARA News) - Bank Dunia dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Senin, memberikan dukungan kepada negara-negara berkembang yang sedang berusaha merebut kembali aset yang diserobot para pemimpin korup. "Tidak boleh ada tempat berlindung untuk mereka yang mencuri dari kaum miskin," kata pemimpin Bank Dunia, Robert Zoellick. Dia mengemukakan Prakarsa Pengembalian Aset Curian (StAR) adalah peringatan bagi para pemimpin korup "bahwa mereka tidak bisa lolos dari jerat hukum". Bank Dunia memperkirakan aliran global dana ilegal hasil kejahatan, korupsi, dan penghindaran pajak mencapai lebih dari seribu miliar dolar setiap tahunnya, dan bermiliar-miliar uang haram itu disimpan dalam rekening rahasia bank. "Prakarsa tersebut akan mengadopsi kerjasama yang sangat dibutuhkan antara negara maju dan negara berkembang serta antara sektor pemerintah dan sektor swasta untuk memastikan bahwa aset-aset yang dijarah dikembalikan kepada pemilik yang berhak," kata Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon. Para pejabat Bank Dunia memperkirakan bahwa 25 persen dari produk domestik bruto di negara-negara Afrika, senilai 148 miliar dolar AS, setiap tahun dikorupsi. Sebanyak 20 miliar hingga 40 miliar dolar lain di Afrika digunakan untuk menyogok pejabat. "Setiap 100 juta dolar yang berhasil dikembalikan akan cukup untuk membiayai imunisasi lengkap bagi empat juta anak-anak, penyediaan saluran air bagi 250 ribu kepala keluarga atau menyediakan satu tahun pengobatan bagi 600 ribu penderita HIV/AIDS," kata wakil presiden Bank Dunia bagi urusan pengurangan kemiskinan dan pengelolaan ekonomi, Daniel Leipziger, dalam penjelasan sebelum peresmian prakarsa tersebut. Dalam prakarsa itu, Bank Dunia akan bersama Badan PBB urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) untuk membantu negara-negara berkembang mendirikan lembaga "untuk mendeteksi dan mencegah aliran ilegal ... agar dana-dana tersebut lebih sulit dicuri," kata Leipziger, seperti dikutip AFP. Bank Dunia juga akan menekan pusat-pusat keuangan di negara maju untuk mengadopsi "standard tertinggi mengenai prilaku, dalam konteks pencucian uang", kata Leipziger. Langkah awal Mantan menteri keuangan Nigeria, Ngozi Okonjo-Iweala, yang membantu pengembalian aset senilai 500 juta dolar yang dijarah mantan diktator militer, Sani Abacha, mengemukakan prakarsa StAR menandakan langkah awal ke arah "menyeimbangkan" tanggungjawab dalam peperangan melawan korupsi. "Harus ada penyeimbangan dalam masalah korupsi," kata Okonjo-Iweala, yang merupakan tokoh utama yang memulai prakarsa itu. "Negara-negara berkembang harus memerangi korupsi dan membendung aliran dana haram, sedangkan engara-negara maju harus memastikan bahwa tidak ada tempat aman bagi dana tersebut di negara mereka," dia mengatakan. "Jika kedua pihak bekerjasama, mereka yang korup akan tahu bahwa setiap uang yang dicuri akan kembali ke negara asalnya." Pengembalian aset adalah usaha yang memakan waktu. Filipina butuh 18 tahun untuk menarik kembali sekitar 624 juta dolar AS yang disalurkan mantan diktator Ferdinand Marcos ke rekening-rekening bank di Swiss. Prakarsa StAR mengubah pengembalian aset, dari yang sebelumnya usaha bilateral antara dua negara, menjadi satu usaha bergigi dengan dukungan konvensi internasional dan organisasi-organisasi internasional. Okonjo-Iweala mengimbau semua negara Kelompok Delapan (G8) maupun negara anggota Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) untuk meratifikasi konvensi anti-korupsi PBB yaitu UNCAC, yang mulai berlaku akhir 2005. Negara yang menandatangani UNCAC wajib mengembalikan uang jarahan ke negara asal. Bank Dunia dan PBB harus mendorong agar tercipta ratifikasi penuh dari UNCAC, kata Okonjo-Iweala. "Jika mereka tidak melakukannya, itu berarti mereka tidak siap atau tidak bersedia mengembalikan uang itu," katanya. Setengah anggota Kelompok Delapan Negara Maju (G8) belum meratifikasi UNCAC. Mereka adalah Kanada, Jerman, Italia dan Jepang. Anggota OECD yang dikenal sebagai pusat perbankan dana asing adalah Irlandia, Jepang, Luxembourg dan Swiss. Mereka belum meratifikasi konvensi PBB itu. (*)

Copyright © ANTARA 2007