Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) mengatakan salah satu penyebab satelit Lapan-A1/Lapan-TUBSat tetap bertahan sejak mengudara pada 7 Januari 2007 hingga menginjak usia yang ke-12 pada 2019 karena gangguan badai matahari yang mininum di orbitnya.

"Saat diluncurkan pada 2007 aktivitas matahari sedang minimum, sehingga gangguan badai matahari minimum," kata Kepala Lapan Thomas Djamaluddin saat dihubungi Antara dari Jakarta, Jumat.

Thomas menuturkan umur satelit ditentukan dua hal pokok, yaitu keberadaan di orbitnya dan ketahanan instrumennya.

"Satelit Lapan-A1 pada ketinggian 630 kilometer itu bisa bertahan di orbit sekitar puluhan tahun. Padahal daya tahan instrumennya rata-rata hanya 2-3 tahun untuk kelas satelit mikro," tuturnya.

Sementara itu, instrumen kameranya, lanjut dia, ternyata bertahan sampai enam tahun, setelah itu kualitasnya menurun. Sedangkan beberapa instrumen lainnya ada yang masih beroperasi sampai saat ini dengan mengirimkan sinyal.

Thomas menjelaskan badai matahari adalah semburan partikel berenergi tinggi terutama proton dan elektron dari matahari. Instrumen elektronik satelit bisa terganggu oleh semburan partikel energi tinggi tersebut.

Ketika instrumen elektronika terganggu, fungsi satelit terganggu sehingga satelit tidak bisa beroperasi lagi, baik sebagian fungsinya maupun seluruhnya.

"Satelit yang tidak bisa beroperasi lagi atau mati menjadi sampah antariksa," tuturnya.

Pada saat puncak aktivitas matahari, badai matahari sering terjadi dan bisa mengurangi daya tahan satelit sehingga satelit cepat mati.

Satelit Lapan-A1/Lapan-TUBSat adalah hasil kerja sama Lapan dengan Technische Universität Berlin, Jerman. Pembuatan dan peluncuran Satelit Lapan-A1 merupakan awal penguasaan teknologi satelit LAPAN.

Setelah berhasil membuat satelit di Jerman, tim kembali ke Lapan, lalu mengembangkan fasilitas pembuatan satelit di Pusat Teknologi Satelit Lapan Rancabungur, Bogor. Kemudian membuat generasi berikutnya, yakni satelit Lapan-A2 dan Lapan-A3 yang saat ini sudah berada di orbit.

Sebagai satelit pengamatan, satelit itu dapat bermanfaat untuk melakukan pemantauan langsung terhadap sejumlah fenomena seperti kebakaran hutan, gunung meletus, tanah longsor dan kecelakaan kapal maupun pesawat.

Namun, Thomas mengatakan satelit LAPAN-A1 saat ini lebih berfungsi sebagai laboratorium uji kesehatan satelit, sedangkan fungsi pemotretan situasi di permukaan bumi sudah diambil alih oleh satelit LAPAN-A2 dan LAPAN-A3.

Satelit LAPAN-TUBSat yang berbentuk kotak dengan berat 57 kilogram dan dimensi 45 x 45 x 27 sentimeter itu membawa sebuah kamera beresolusi tinggi dengan daya pisah 5 meter dan lebar sapuan 3,5 kilometer di permukaan bumi pada ketinggian orbit 630 kilometer serta sebuah kamera resolusi rendah berdaya pisah 200 meter dan lebar sapuan 81 kilometer.

Baca juga: Lapan kembangkan satelit operasional mikro
Baca juga: Wapres Kalla saksikan peluncuran satelit LAPAN

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019