Jakarta (ANTARA News) - Eka Kamaludin divonis 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 1 bulan kurungan ditambah hukuman uang pengganti Rp158 juta karena terbukti menjadi perantara suap anggota DPR Amin Santono dalam pengurusan Dana Alokasi Khusus kabupaten Lampung Tengah dan Sumedang.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Eka Kamaludin telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 4 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 1 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Rustiono di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Hakim juga memerintahkan agar Eka membayar uang pengganti sebesar Rp158 juta.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa untuk membayar uang pengganti Rp158 juta selambat-lambatnya 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama 6 bulan kurungan.

Vonis tersebut lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut Eka agar dipenjara selama 5,5 tahun ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti Rp158 juta subsider 1 tahun penjara.

Putusan yang diputuskan oleh majelis hakim yang terdiri atas Rustiono, Bambang Hermanto, M Arifin, Sofialdi dan Agus Salim tersebut berdasarkan pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Majelis hakim juga menolak status saksi yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) untuk Eka seperti yang ia ajukan.

"Setelah mendalami seksama selama persidangan, terdakwa bersikap sopan dan jujur tapi majelis hakim tidak melihat keterangan terdakwa cukup signifikan untuk membongkar pihak lain maupun mengembalikan keuangan negara, maka majelis berpendapat permohonan JC terdakwa tidak memenuhi syarat," tambah anggota majelis Agus Salim.

Dalam pertimbangannya, hakim mengatkan terdapat putusan berbeda (dissenting opinion) dari hakim anggota 4 Sofialdi.

"Pegawai negeri adalah unsur yang essential dalam tindak pidana korupsi seperti yang didakwakan ini, namun terdakwa selaku konsultan dan swasta yang mengajar di pondok pesantren, menimbang terdakwa Eka Kamaludin bukanlah berstatus pegawai negeri, maka unsur dalam dakwaan pertama tidak terpenuhi secara hukum," ungkap hakim Sofialdi.

Namun karena putusan diambil berdasarkan suara terbanyak, maka Eka Kamaludin tetap divonis bersalah karena empat hakim lain menyatakan Eka terbukti melakukan suap bersama-sama dengan anggota DPR Komisi XI Amin Santon dan pegawai negeri sipil Kementerian Keuangan Yaya Purnono.

"Terdakwa menerima sejumlah Rp185 juta yaitu yang berasal dari pengurusan DAK kabupaten Lampung Tengah sebesar Rp75 juta, pengurusan DAK kabupaten Sumedang Rp10 juta dan dari uang Rp500 juta yang diterima terdakwa untuk Amin Santono sebesar Rp100 juta digunakan terdakwa sementara Rp400 juta diserahkan ke Amin Santono," tambah anggota majelis hakim Agus Salim.

Namun istri Eka sudah mengembalikan Rp27 juta ke KPK sehingga Eka tinggal dibebankan uang pengganti senilai Rp158 jta.

Dalam perkara ini, anggota DPR Komisi IX non-aktif dari fraksi Demokrat Amin Santono bersama-sama dengan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman, Direktorat Evaluasi Pengelolaan dan Informasi Keuangan Daerah Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo dan konsultan Eka Kamaludin mengupayakan kabupaten Lampung Tengah mendapat alokasi tambahan anggaran dari APBN 2018 dan kabupaten Sumedang mendapat alokasi tambahan anggaran yang bersumber dari APBN Perubahan 2018.

Amin meminta pungutan 7 persen dari total anggaran yang diterima pemerintah daerah dengan pembagian kepada Amin Santono sebesar 6 persen dan Eka serta timnya sebesar 1 persen.

Pertama, untuk tambahan anggaran kabupaten Lampung Tengah, Eka menerima proposal usulan pembahasan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk kabupaten Lampugn Tengah TA 2018 sejumlah Rp295,75 miliar untuk peningkatan jaringan jalan dan Dana Insentif Daerah (DID) bidang kesehatan sebesar Rp8,5 miliar.

Beberapa hari kemudian uang sebesar Rp1,5 miliar diberikan atas perintah Taufik Rahman kepada Amin melalui Eka Kamaludin di Plaza Atrium Senen.

Uang selanjutnya diberikan pada pada 10 Desember 2017 dari Aan, Andri dan Supranowo untuk Amin melalui Eka Kamaludin sejumlah Rp675 juta sehingga total penerimaan uang dari Taufik Rahman adalah sejumlah Rp3,175 miliar. 

Dari jumlah itu Eka Kamaludin memberikan uang kepada Amin Santono sejumlah Rp2,8 miliar secara bertahap yaitu Rp750 juta di rumah Amin di Pondok Kelapa Jakarta Timur, Rp1 miliar diberikan kepada anak Amin, Yosa Octora Santono di parkiran gedung DPR; Rp150 juta diberikan di rumahnya di Dusun Wage, Kuningan Jawa Barat dan Rp900 juta di Hotel Bintang Wisata Mandiri Jakarta.

Kedua, penerimaan pengutan  untuk penambahan anggaran di kabupaten Sumedang. Ahmad Ghiast selaku penyedia barang dan jasa yang biasa mengerjakan proyek infrastruktur di Kabupaten Sumedang seluruhnya berjumlah Rp25,85 miliar. Eka berjanji untuk mengusahakannya dengan syarat memberikan pungutan kepada Amin sebesar 7 persen dari anggaran yang disetujui melalui Eka Kamaluddin.
 
Amin meminta uang muka kepada Ghiast melalui Eka sebesar Rp500 juta pada 30 April 2018, Ghiast lalu mengirimkan Rp100 juta pada 4 Mei 2018 ke rekening Eka. Selanjutnya Amin menerima uang sejumlah Rp400 juta secara langsung di restoran Holycow bandara Halim Perdana Kusuma.

Atas putusan itu, baik Eka maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir.

 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019