Jakarta (ANTARA News) - Menteri Agama (Menag), M. Maftuh Basyuni, kecewa dengan pernyataan Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Taufik Ahmad, yang menyebut ongkos penyelenggaraan haji di Indonesia lebih mahal dibanding negara lain. Kepada pers di Jakarta, Selasa, Menag menilai pernyataan tersebut sangat keterlaluan karena selain penyelenggaraan haji dianggap dimonopoli, emerintah juga dinilai tidak memberi pelayanan optimal dan mencari untung. "Tunjukkan, negara mana yang mengirim jemaah haji lebih murah dari Indonesia," kata Maftuh Basyuni. Taufik Ahmad, Senin (8/10), mengatakan selain itu ongkos naik haji mahal, penyelenggaraan haji di Indonesia juga diskriminatif. "Akibatnya tarif cenderung terus naik bahkan eksploitatif," kata Taufik. Khusus untuk ongkos naik haji plus, KPPU juga menuding pemerintah tidak mendorong swasta melakukan efisiensi. "Selama ini tidak ada batas atas tarif ongkos naik haji plus dan tidak ada aturan sanksi bagi yang melanggar hal tersebut," ujar Ketua KPPU Muhammad Iqbal. Menanggapi pernyataan tersebut, Maftuh mengatakan, tak benar Ongkos Naik Haji (ONH) diperlakukan secara diskiriminatif. Sejak 2005, pemerintah selalu berupaya setiap orang yang sudah melunasi ONH diberikan kepastian agar yang bersangkutan dapat menunaikan ibadahnya. Penyelenggaraan haji selain oleh pemerintah, juga melalui penyelenggaraan haji khusus -- yang dahulu dikenal ONH plus -- sehingga tak menimbulkan diskriminatif. Penyelenggaraan haji khusus itu sekarang masuk dalam lingkup wadah Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (AMPHURI). Belakangan asosiasi ini menunjukkan kinerja buruk. Antar-pengurusnya saling "gontok-gontokan". Maftuh menilai KPPU tak mengerti kondisi lapangan penyelenggaraan haji. "Saya kecewa," katanya dengan nada tinggi. Menteri mengaku, sejak Agustus lalu KPPU memang menanyakan tentang penyelenggaraan haji, baik yang diselenggarakan ONH biasa maupun ONH plus. Jawaban sudah disampaikan melalui surat. "Namun belakangan Depag dinilai seperti itu. Ini sangat keterlaluan," ujarnya lagi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007