Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat I Gusti Agung Rai Wijaya mengatakan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan perpanjangan tangan DPR untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara. 

"Ini disebabkan karena DPR tidak mempunyai perangkat untuk melakukan pemeriksaan tanggung jawab keuangan negara, sehingga jabatan anggota BPK bukan pejabat birokrasi, melainkan pejabat politik yang dipilih oleh DPR," ujar Wijaya di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Selasa.

Wijaya mengatakan hal tersebut ketika memberikan keterangan mewakili DPR RI sebagai pembuat kebijakan, dalam sidang lanjutan uji UU 15/2006 (UU BPK).

Wijaya menjelaskan di antara pemerintah dan anggota panitia kerja, tidak terjadi perdebatan ketika membahas ketentuan Pasal 5 ayat (1), khususnya frasa "untuk 1 (satu) kali masa jabatan” dalam UU BPK.

Pembahasan Pasal 5 ayat (1) mengenai masa jabatan anggota BPK pada saat itu mengacu pada jabatan Presiden yang diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan. 

"Rumusan Pasal 5 ayat (1) UU 15/2006 merupakan dampak amandemen Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 7 UUD 1945 tentang masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden," papar Wijaya.

Kendati demikian, dalam penerapannya jabatan anggota BPK tidak dapat disamakan dengan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden, karena kewenangan Presiden dan Wakil Presiden melekat pada diri personal. 

"Sementara kewenangan anggota BPK itu bersifat kolektif kolegial," jelas Wijaya.

Oleh sebab itu menghilangkan frasa "untuk satu kali masa jabatan" pada Pasal 5 ayat (1) UU 15/2006 dinilai DPR tidak akan mengurangi hak hukum warga negara lainnya. 

"Karena DPR akan membuka kesempatan pendaftaran calon anggota BPK seluas-luasnya dan secara terbuka kepada masyarakat, sehingga setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi anggota BPK," pungkas Wijaya.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019