Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia harus segera menyampaikan bukti-bukti otentik kepada pemerintah Malaysia bahwa lagu "Rasa Sayange" merupakan milik Indonesia dan meminta penggunaan lagu tersebut sebagai jingle pariwisata negara jiran itu dihentikan. "Sekarang saatnya pemerintah Indonesia bertemu dengan Pemerintah Malaysia untuk menyampaikan bukti dan meminta Malaysia menghentikan penggunaan lagu itu, kecuali mereka dapat membuktikan sebagai pemegang hak cipta atas lagu 'Rasa Sayange'," kata pengamat dan konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI), Dwi Anita Daruherdani di Jakarta, Rabu. Dwi Anita mengatakan, sejumlah bukti sudah disampaikan berbagai pihak bahwa lagu "Rasa Sayange" memang lagu asli daerah Indonesia. Gubernur Maluku Albert Ralahalu menyatakan, mempunyai informasi bahwa telah ditemukan pencipta lagu "Rasa Sayange" bernama Paulus Pea. "Apabila memang Paulus Pea adalah benar sebagai pencipta lagu tersebut, tentunya dengan menunjukkan bukti tertulis mengenai hal ini, hal selanjutnya yang perlu dicermati adalah jangka waktu perlindungan atas ciptaan tersebut," kata konsultan hukum dari Daruherdani & Partners Law Firms itu. Hal itu perlu dilakukan karena Undang-Undang (UU) Hak Cipta pasal 29 ayat 1 menyebutkan bahwa hak cipta atas lagu berlaku selama hidup pencipta dan terus berlangsung hingga 50 (lima puluh) tahun setelah pencipta meninggal dunia. Paulus Pea yang lahir pada tahun 1907 dikabarkan saat ini sudah almarhum. Namun belum jelas kapan Paulus Pea wafat sehingga tidak diketahui kapan berakhirnya perlindungan hak cipta atas lagu tersebut. "Apabila telah lewat dari 50 tahun sejak Paulus Pea wafat, maka dipastikan bahwa lagu Rasa Sayange tersebut telah menjadi public domain atau telah menjadi milik umum, sehingga kita tidak dapat melarang pihak lain menggunakan lagu 'Rasa Sayange'," katanya. Namun jika tidak diketahui siapa pencipta atas lagu tersebut, maka berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat 2 UU Hak Cipta, negara memegang hak cipta atas lagu "Rasa Sayange". Kewenangan negara atas hak cipta lagu tersebut memberikan hak kepada pemerintah RI untuk mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara RI sebagai pemegang hak cipta. Untuk dapat mengklaim sebagai pemegang hak cipta atas lagu "Rasa Sayange", tentunya pemerintah Indonesia harus segera menemukan bukti-bukti bahwa lagu tersebut adalah memang merupakan lagu daerah milik negara Republik Indonesia. Selain Gubernur Maluku, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Jero Wacik, beberapa waktu lalu juga menyebutkan bahwa telah ditemukan piringan hitam berisi lagu "Rasa Sayange" yang direkam oleh Lokananta pada tahun 1958 dan pada tanggal 15 Agustus 1962 telah dibagikan sebanyak 100 keping kepada para peserta Asian Games di Jakarta. Bahkan menurut ahli telematika Roy Suryo, di Arsip Nasional telah ditemukan satu rekaman video yang menceritakan kehidupan di Indonesia antara tahun 1927-1940, produksi NV Haghefilm, Den Haag Holland, yang berjudul "Insulinde zooals het left en werkt", dimana lagu "Rasa Sayange" diputar dalam produksi film tersebut. Dengan adanya film yang dibuat oleh NV Haghefilm tersebut mengenai kehidupan di Indonesia antara tahun 1927-1940 dan terdengar lagu "Rasa Sayange", menurut Anita, dapat dijadikan sebagai bukti konkret bahwa lagu tersebut adalah memang milik bangsa Indonesia sejak tahun 1927. Atau setidak-tidaknya sejak tahun 1958 dengan bukti piringan hitam yang direkam oleh Lokananta pada tahun 1958 dan dibagikan kepada negara peserta Asian Games pada tahun 1962 sepanjang Malaysia tidak dapat membuktikan sebagai pemilik atas lagu Rasa Sayange tersebut dengan bukti yang ada sebelum tahun-tahun tersebut, katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007