Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kembali didesak untuk menyelesaikan daftar pemilih tetap (DPT) bermasalah dengan menghapus dan memverifikasi ulang 17,5 juta DPT tersebut.

Desakan itu disampaikan beberapa tokoh dalam penyataan sikap bertajuk "DPT Bermasalah: Pemilu 2019 Berpotensi Chaos" di Ruang Komisi II, Gedung DPR RI Jakarta, Selasa.

Mereka tergabung dalam Barisan Masyarakat Peduli Pemilu Adil dan Berintegritas (BMPPAB) yang menyampaikan tuntutan dalam empat poin.

Hadir pada kesempatan itu sejumlah tokoh seperti, seperti Amien Rais, Bactiar Nasir, Chusnul Mariyah, Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan Fahri Hamzah.

Koordinator BMPPAB Dr Marwan Batubara mengungkapkan DPT bermasalah bukan persoalan yang baru muncul dalam satu dua minggu belakangan, melainkan sudah berbulan-bulan.

"Ini puncak sikap kami karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) didatangi berkali-kali tidak peduli dan seolah mengulur-ulur waktu," katanya.

Sementara itu, politikus senior Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais mengatakan langkah tersebut merupakan upaya terakhir untuk mengingatkan pemerintah, terutama KPU.

Sebab, kata mantan Ketua MPR RI itu, DPT bermasalah, kata dia, mulai data tidak wajar hingga invalid sudah sekian kali diekspose.

"Sering kali, kami dituduh melakukan upaya mendelegitimasi KPU. Kami sesungguhnya akan mengupayakan Pemilu yang 'legilimate'," katanya.

Amien kembali menegaskan langkah yang dilakukan tersebut bukan untuk melakukan delegitimasi, melainkan upaya untuk menciptakan pemilu yang benar-benar jujur dan adil.

Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menambahkan pihaknya akan terus mendesak KPU untuk segera menindaklanjuti temuan DPT bermasalah itu, mulai nama ganda, invalid, dan manipulatif.

"Terutama yang invalid dan manipulatif. Itu masih ada waktu. Sekarang, di setiap TPS pun sudah ada nama-namanya. Tinggal nama-nama itu dihapus," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu.

Dikhawatirkan, kata Fadli, DPT bermasalah itu menjadi modus penggelembungan suara jika tidak segera dilakukan penghapusan.

Pewarta: M Arief Iskandar dan Zuhdiar Laeis
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019