Denpasar (ANTARA News) - Para petugas Bahan Perusak Ozon (ODS) dari 25 negara di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Pasifik, bertemu di Bali 12 hingga 14 Nopember ini untuk membahas kesiapan mereka dalam melaksanakan Perjanjian Lingkungan Hidup Multilateral (MEA). Pertemuan regional yang digelar oleh program lingkungan hidup PBB UNEP itu membahas pelaksanaan sejumlah MEA seperti Protokol Montreal, Konvensi Basel, Konvensi Rotterdam dan Konvensi Stockholm, kata Atul Bagai, koordinator regional UNEP untuk Asia dan Pasifik. Peserta pertemuan yang didanai oleh Swedia ini berasal dari 25 negara antara lain Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Afganistan, Iran, India, Pakistan, China, Fiji, Maladewa, dan Sri Lanka. Pada 8-10 November 2007, di tempat yang sama, UNEP bekerjasama dengan Pemerintah Swedia dan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia, telah menyelenggarakan Lokakarya Pertama tentang Kerjasama Penegakan MEA. Lokakarya ini dihadiri oleh sekitar 70 orang yang terdiri para petugas bea cukai, ozon dan lingkungan dari negara-negara Asia Selatan, Asia Tenggara dan Pasifik. Mereka membahas upaya untuk mencegah penyelundupan dan perdagangan ilegal limbah berbahaya dan beracun (B3) seperti yang diatur oleh Konvensi Basel, ODS yang diatur oleh Protokol Montreal, bahan kimia dan pestisida yang berbahaya (Konvensi Rotterdam), dan pencemar organik yang tidak dapat diuraikan atau POP (Konvensi Stockholm). Pada akhir lokakarya, Sabtu (10/11), peserta menghasilkan sejumlah rekomendasi antara lain perlunya meningkatkan kemampuan petugas bea cukai dalam mengidentifikasi bahan-bahan berbahaya yang diatur oleh protokol dan konvensi di bidang lingkungan hidup. Peserta lokakarya itu juga menekankan pentingnya pertukaran informasi intelijen antara polisi dan bea cukai tentang tindak kejahatan di bidang lingkungan hidup yang kini semakin meningkat dan sangat menguntungkan bagi sindikat kejahatan internasional. Tindak kriminalitas lingkungan hidup itu antara lain pembuangan (dumping) limbah B3, perdagangan ilegal dan penyelundupan ODS serta flora dan fauna yang dilindungi. Para sindikat kejahatan internasional berhasil meraup 22 hingga 31 miliar dolar AS per tahun dari kegiatan kriminalitas lingkungan itu, ujar Atul Bagai. Indonesia berencana untuk melarang impor metil bromida dan CFC atau kloroflorokarbon, yang merupakan ODS, mulai 1 Januari 2008, atau dua tahun lebih cepat dari tenggat waktu yang ditargetkan Protokol Montreal untuk penghapusan CFC di negara-negara berkembang. ODS seperti CFC dapat membuat lapisan Ozon menjadi tipis sehingga radiasi UV-B di Bumi meningkat. Paparan radiasi UV-B yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit kanker kulit, katarak mata, penurunan kekebalan tubuh terhadap penyakit, menghambat pertumbuhan sel-sel tanaman, dan membunuh plankton dan organisme kecil lainnya.(*)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007