Jakarta (ANTARA News) - Kondisi utang luar negeri swasta saat ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan, karena berbeda jauh dengan kondisi masa lalu. "Itu bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan," kata Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, Rahmat Waluyanto, di Jakarta, Selasa. Kemampuan mengelola atau "debt capacity" perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia sudah lebih baik, sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan menyebabkan krisis ekonomi. Ditjen Pengelolaan Utang selalu berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Koordinator Perekonomian dalam menyikapi kondisi utang luar negeri swasta. Dua insitusi itu memiliki kewenangan yang lebih besar dalam melakukan manajemen utang luar negeri secara keseluruhan. "BI selama ini selalu melakukan pemantauan terhadap utang luar negeri swasta," katanya. BI memiliki akses melakukan pemantauan utang luar negeri swasta, karena UU memang memberikan kewenangan untuk mengatur lalu lintas devisa. Selain dimonitoring BI, menurut Rahmat, ada agen-agen rating yang melakukan pemeringkatan terhadap perusahaan-perusahaan swasta, termasuk perusahaan yang akan melakukan utang, khususnya yang akan menerbitkan obligasi/surat utang. "Mereka yang akan berutang kan dirating oleh international rating agency. Perusahaan yang ratingnya jelek, tidak akan mendapat investor," katanya. Sepanjang perusahaan swasta yang melakukan utang luar negeri memiliki rating yang bagus, kemampuan finansialnya juga baik, maka tidak ada masalah dengan utang luar negeri swasta. "Yang penting dipantau saja. Itu sudah dilakukan BI sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh UU," katanya. Mengenai posisi utang pemerintah, Rahmat menjelaskan per 31 Oktober 2007 total utang pemerintah mencapai 148,46 miliar dolar AS. Jumlah itu terdiri atas pinjaman luar negeri sebesar 60,94 miliar dolar(40,7 persen) dan surat utang negara sebesar 87,52 dolar atau 59,3 persen. (*)

Copyright © ANTARA 2007