Jakarta (ANTARA News) - "Jangan tanya musik jazz itu apa, karena kamu tidak akan pernah tahu jawabannya". Demikian pernyataan terkenal raja musik jazz dunia Louis Armstrong (4 Agustus 1901 - 6 Juli 1970). Meski tak mampu mendefinisikan jazz, kemampuan teknis, spontanitas, kecepatan, dan improvisasi musik yang dimainkan Satchmo -panggilan akrab Armstrong, membuat banyak musisi jazz seantero dunia hingga kini ingin menyamainya. Tercatat hanya Charlie Parker (29 Agustus 1920 - 12 Maret 1955) yang mendekati kepiawaian Satchmo. Kebesaran nama Satchmo pun diabadikan menjadi nama bandara terkenal di New Orleans, AS, yakni "Louis Armstrong New Orleans International Airport" selain memperoleh penghargaan "The Grammy Lifetime Achievement" pada 1972. Dalam konteks kekinian, jenis musik yang berasal dari lingkungan miskin dan kumuh di New Orleans sejak awal abad ke-20 itu lebih sering ditampilkan ketimbang didefinisikan. Khusus untuk di Indonesia, perhelatan JakJazz ke-9 di Istora Senayan Jakarta 23-25 November 2007 menjadi klimaks pertunjukan musik jazz sepanjang tahun 2007. Sebelumnya sejumlah festival musik jazz yang telah ditampilkan antara lain 30 Tahun "Jazz Goes To Campus" di UI 18 November 2007, "Ngayogjazz" di Yogyakarta 4 November 2007, "All That Jazz" dan "Jajan Jazz" di Sumarecon Mall Serpong 25 Oktober - 25 November 2007, serta perhelatan rutin di banyak klub. Sama seperti delapan kali festival tahunan JakJazz sebelumnya, JakJazz 2007 pun menampilkan keberagaman aliran jazz para musisinya dari dalam dan luar negeri. Memang ada jazz yang memperdengarkan nada-nada rumit tetapi ada juga jazz yang sederhana dan mudah dinikmati. Semua menunjukkan bahwa jazz asyik dimainkan ketimbang dimengerti dengan sebaris kata-kata. Terlebih jazz telah merasuk tidak hanya bagi kalangan kelas bawah seperti pada masa kelahirannya, melainkan telah berkembang pesat ke seluruh kalangan, hingga tingkat atas. Menyebar ke seluruh negeri sehingga memunculkan istilah European Jazz, Latin Jazz, Skandinavian Jazz, Indo-Jazz Fusion, bahkan Ngayogjazz. Chico Hindarto, seorang pengamat musik jazz dalam sebuah artikelnya berjudul "Demokrasi Dalam Musik Jazz" yang dilansir Wartajazz.com tahun 2001 mengatakan, boleh dibilang dari berbagai jenis musik, Jazz merupakan musik yang paling mementingkan keseimbangan antara penampilan individu dan keutuhan kelompok. Dibandingkan musik jenis lain yang terpola baku, musik jazz lebih menggunakan pola sebagai suatu bentuk kesepakatan kelompok yang dengan konsisten dilaksanakan secara bersama-sama. Namun kesepakatan itu bukanlah merupakan rambu-rambu yang mati karena di antara rambu-rambu tersebut musik jazz memberi kesempatan pada tiap individu untuk mengajukan pendapat tiap pribadi. "Jadilah harmoni yang menjadi ciri khas musik jazz," katanya. Ekspresi individu lebih dikenal sebagai improvisasi yang merupakan bagian dari suatu komposisi jazz. Improvisasi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi pemain sehingga besar kemungkinan tiap kondisi membuahkan improvisasi yang berbeda-beda. Dari waktu ke waktu merek dagang ini dipertahankan oleh tiap generasi musisi beraliran jazz. Dengan berkembangnya waktu eksplorasi musik jazz semakin kaya. Ambil contoh komposisi Wayne Shorter "Footprint". Pada saat Wayne memainkan saksofon untuk melantunkan komposisi ini dapat diterjemahkan berbeda oleh musisi generasi berikutnya yaitu Scott Henderson dengan gitar elektriknya. Bukan cuma improvisasinya yang digarap beda oleh Scott, tetapi juga pengolahan notasi dasarnya. Eksplorasi yang tidak pernah berhenti ini membuat musik jazz menjadi musik yang selalu menarik untuk disimak. Tidak benar jika ada pendapat yang mengatakan bahwa musik jazz adalah musik yang membosankan karena berkesan "old fashion". Musik jazz justru merupakan musik dinamis dan memiliki siklus hidup yang panjang sekali. Mungkin dalam hal siklus hidup musik jazz berada pada urutan kedua setelah musik klasik. Artinya, musik jazz dapat juga dikatakan juga sebagai musik yang semi-klasik. Fenomena lain dari musik jazz adalah keterbukaannya dengan jenis musik lain. Tidak ada kata haram untuk memadukan musik jazz dengan jenis musik lain. Contoh yang nyata adalah di awal tahun 1960-an ketika jazz dengan mudahnya berpadu dengan musik bossanova (samba) asal Brazil. Atau, ketika musik "art rock" sedang menjamur di tahun 1970-an, jazz dengan luwesnya meramu jazz dan rock menjadi fusion. Rasa ingin tahu musisi jazz, relatif lebih besar dibandingkan dengan musisi dari jenis musik lain. Musik jazz dengan intens menggali musik yang mereka minati. Hal ini banyak terjadi dengan eksplorasi musik etnis, seperti etnis India, Afrika, Amerika Latin atau Asia Timur. Kemudahan musik jazz untuk berpadu dengan musik lain membuat musik jazz mengalami beberapa kali peremajaan yang membuat musik jazz tetap bertahan. Jazz sebenarnya merupakan sesuatu yang lebih dari sekedar musik. Untuk mereka yang kritis, musik jazz dapat dikembangkan menjadi suatu `credo`, misalnya dalam hidup bermasyarakat atau pengembangan diri. Jangan pernah berhenti mengeksplorasi musik jazz. "Selamat menikmati jazz dan nikmatilah secara aktif," kata Chico. Dan festival Dji Sam Soe Premium JakJazz 2007 merupakan waktu yang tepat bagi para penikmat musik jazz untuk menyaksikan dan merasakan harmonisasi dalam improvisasi para musisi jazz Tanah Air seperti "the smiling pianist" Bubi Chen, gitaris Ireng Maulana, pianis Idang Rasjidi dan Indra Lesmana, penabuh drum Gilang Ramadhan, dan vokalis Emry Kulit, Tompi dan Syaharani atau dari luar negeri semacam Spyro Gira, Don Grusin, dan Kool and The Gang (AS), dan Shionoya Satoru (Jepang), dan Bugs in the Attic (Inggris).(*)

Pewarta: Oleh Budi Setiawanto
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007