Jakarta (ANTARA) - Aksi massa yang menolak hasil rekapitulasi KPU RI masih terus berlanjut di sejumlah titik Ibu Kota Jakarta hingga Rabu malam membuat beberapa tokoh nasional menyerukan untuk mengakhirinya dan merajut persatuan agar bangsa tidak terbelah.

Presiden Joko Widodo langsung menanggapi kericuhan ini dan menyatakan tidak akan memberikan toleransi kepada siapapun yang mengganggu keamanan proses demokrasi dan tidak akan memberikan ruang bagi siapa saja terutama perusuh-perusuh aksi 22 Mei 2019 yang dianggap bisa merusak NKRI.

Jokowi menegaskan sebagai kepala negara wajib menjaga keamanan dan ketertiban dan memberikan rasa aman kepada masyarakat.

Aksi massa di depan Kantor Bawaslu RI yang mulai sejak 21 Mei 2019 pukul 14.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB, sebelumnya berjalan secara damai. Massa bahkan sudah meninggalkan lokasi aksi.

Namun pada pukul 22.00 WIB massa kembali ke depan Gedung Bawaslu dan melakukan provokasi kepada aparat keamanan yang melakukan penjagaan sehingga bentrok mulai terjadi.

Akibatnya, bentrokan antara massa dengan aparat kepolisian tidak bisa dihindarkan terutama di tiga daerah yaitu Kantor Bawaslu RI, Gambir, Tanah Abang dan Petamburan.

Bentrokan massa dan polisi di Kantor Bawaslu RI diduga karena sejumlah orang melakukan perlawanan terhadap petugas yang berjaga-jaga di gedung penyelenggara pemilu tersebut.

Padahal, awalnya aksi unjuk rasa ini berlangsung damai dan pihak kepolisian memberikan tenggat hingga malam hari. Di titik tersebut polisi menetapkan 72 tersangka yang melakukan bentuk perlawanan terhadap petugas.

"Kami beri kelonggaran hingga buka puasa bersama, shalat isya dan tarawih. Bahkan anggota kami (polisi) shalat bareng massa. Setelah itu massa diimbau oleh kapolres untuk bubar," kata Brigjen Dedi saat dihubungi, Jakarta, Rabu.

Kericuhan tersebut langsung diantisipasi polisi dengan mengamankan sejumlah orang yang diduga provokator dan merusak pembatas berduri di Gedung Bawaslu RI.

Massa yang dipukul mundur oleh polisi tersebut mengalihkan aksinya di sekitar kawasan Tanah Abang. Di titik tersebut bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat gabungan massa yang bertahan di seberang underpass Tanah Abang, Jalan Pasar Blok A dan jalan Pasar Blok E, bertahan menggunakan batu dan petasan yang diarahkan kepada petugas gabungan.

Tidak sampai di situ, aksi unjuk rasa juga berlanjut di sekitar kawasan Sarinah Jakarta Pusat pada Rabu pagi. Massa yang mengaku kecewa dengan pengumuman KPU menyampaikan orasinya di hadapan ribuan aparat gabungan yang sudah berjaga-jaga.

Akibatnya, sejumlah ruas jalan terutama di Jakarta Pusat terpaksa ditutup dan dilakukan pengalihan lalu lintas untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk.

Atas kejadian ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan 257 tersangka yang terlibat aksi kericuhan 21-22 Mei pada tiga daerah berbeda di Jakarta.

"Para tersangka diamankan petugas di daerah Gambir, Bawaslu, dan Petamburan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Argo Yuwono di Jakarta, Rabu malam.

Dari tangan pelaku pihak kepolisian mengamankan sejumlah barang bukti seperti HP, celurit, petasan dan mercon.

Argo mensinyalir para pelaku kericuhan di Bawaslu RI, Petamburan, dan Gambir disuruh dan dibayar oleh seseorang.

"Pelaku datang dari Jawa Barat ke Sunda Kelapa, bertemu seseorang (yang menyuruh sebelum ke TKP) di sana, dan sekarang lagi kita gali," kata Argo.

Argo mengungkapkan bukti dengan adanya pembicaraan lewat grup WA menyebarkan ajakan penyerangan dan juga melaporkan situasi kerusuhan.

Di tempat kejadian perkara ditemukan sejumlah uang yang ada di dalam amplop yang sudah bertuliskan nama-nama yang diduga pelaku kerusuhan.

"Selain itu kita amankan juga uang lima juta, uang ini digunakan sebagai operasional," kata dia.

Kerusuhan juga sudah terencana dengan matang karena peralatan yang dipakai untuk menyerang petugas disiapkan oleh yang merencanakan kerusuhan bukan orang-orang yang terlibat bentrok.

"Batu dan busur sudah tertata di pinggir jalan, jadi massa yang datang sudah siap, siapa yang menyiapkan barang sedang kita cari," katanya.

Usai bentrok, kepolisian menetapkan 257 tersangka terdiri dari 72 tersangka diamankan di Bawaslu, 156 orang di lokasi kerusuhan Petamburan, dan 29 tersangka di Gambir.

Selain mengamankan sejumlah uang, kepolisian juga mengamankan clurit, batu, mercon, petasan dan busur panah.

"Pelaku disangkakan melanggar pasal 170 KUHP dan 212, 214, 218, dan untuk Petamburan dikenakan juga pasal 187 terkait pembakaran," ujarnya.

Menanggapi kerusuhan ini, calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyatakan belasungkawa atas korban aksi 22 Mei dan meminta masyarakat menahan diri dan tidak melakukan aksi kekerasan. Ia juga meminta semua pihak termasuk tokoh publik, pejabat publik dan semua elemen masyarakat menghindari kekerasan di bulan Ramadhan.

“Kami meminta peristiwa kekerasan tadi dan subuh yang telah mencoreng martabat Indonesia tidak terjadi lagi. Bila terjadi lagi, maka kami sangat kuatir rajutan dan anyaman kebangsaan kita bisa rusak dan sulit dirangkai kembali,” jelas Prabowo Prabowo saat jumpa pers didampingi calon wakil presidennya, Sandiaga Uno, beserta para petinggi partai politik pendukungnya di rumah kediamannya di Kertanegara IV, Jakarta Selatan.

Prabowo mengimbau seluruh pejabat publik, kepolisian, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan warganet untuk menghindari segala bentuk kekerasan yang dapat memprovokasi keadaan di bulan Ramadhan.

Selanjutnya, ia meminta aparat keamanan untuk terus melindungi rakyat dan tidak melukai apalagi menembak rakyat.

“Saya tegaskan yang masih mau mendengar saya. Hindari kekerasan fisik. Berlakulah sopan dan santun. Hormati pejabat penegak hukum. Jangan sekali-kali menggunakan kekerasan,” tutur Prabowo pada penutupan konferensi persnya.

Ia juga mengingatkan TNI dan Polri yang masih aktif bahwa segala perlengkapannya dibiayai oleh rakyat sehingga tidak sepantasnya aparat melakukan kekerasan pada rakyat.

Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta masyarakat untuk tetap tenang di tengah gejolak pascapilpres yang menyebabkan terjadinya demonstrasi di Jakarta dan sejumlah daerah, mengingat banyak kepentingan terlibat dalam aksi tersebut.

"Kita harapkan masyarakat untuk tenang karena ini kelihatannya yang ikut serta sudah bermacam-macam, banyak kepentingan, ada kepentingan politik, ada kepentingan keagamaan, ada kepentingan ekonomi," kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres Jakarta, Rabu.

Kekecewaan dalam sebuah kontestasi wajar terjadi, namun semua masalah pasti ada jalan keluarnya bila diselesaikan lewat dialog, katanya. Oleh karena itu, JK berharap pihak-pihak yang kecewa terhadap hasil Pemilu 2019 sebaiknya membawa itu ke ranah hukum melalui pengajuan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).

"Apa pun masalahnya, kita bisa bicarakan, dialogkan, kita bisa melalui proses hukum kelembagaan semuanya, kita selesaikan secara cepat. Dan aparat pemerintah, polisi, tentara dan yang lainnya tentu selalu berusaha memberikan solusi yang cukup baik," tambahnya.

Terkait jatuhnya korban demonstrasi akibat tembakan dari aparat kepolisian, Wapres mengatakan hal itu dilakukan dengan alasan untuk menjaga keamanan.

"Polisi instruksikan untuk menyelesaikan soal ini dengan sebaik-baiknya, dengan damai, tentu tidak ada kekerasan. Tapi apabila ada unsur masyarakat dengan kekerasan, tentunya tidak ada jalan lain selain secara bersama-sama menyelesaikan itu," ujarnya.

Sementara itu, Mabes Polri akan menyelidiki adanya korban tewas akibat kerusuhan yang terjadi pada Selasa (21/5) malam hingga Rabu dini hari dalam aksi massa 22 Mei di sejumlah wilayah di Jakarta. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan tidak pernah memberikan instruksi kepada jajarannya di lapangan untuk menembak warga sipil yang ikut berdemo.

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Wiranto mengatakan ada skenario di balik kerusuhan aksi massa, dengan menuding ada preman yang dibayar untuk membuat situasi demonstrasi menjadi ricuh.

"Ada niatan atau skenario untuk membuat kekacauan dengan menyerang petugas, membangun antipati pemerintah dan membangun kebencian pemerintah yang sedang melakukan upaya kesejahteraan," kata Wiranto.

Pewarta: Muhammad Zulfikar, Joko Susilo
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019