Sydney (ANTARA News) - Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu, TM Hamzah Thayeb, mengatakan banyak warga masyarakat Australia yang mengirim surat maupun email berisi permintaan agar Indonesia menghapus hukuman mati, termasuk terhadap para terpidana kasus terorisme. "Banyak sekali surat maupun e-mail dari warga masyarakat biasa Australia yang ditujukan ke saya untuk diteruskan ke Presiden RI yang meminta penghapusan hukuman mati," kata Dubes Thayeb kepada ANTARA di Sydney, Kamis, sehubungan dengan kondisi dan prospek hubungan Indonesia-Australia. Didasarkan pada surat-surat maupun e-mail-email mereka itu, keprihatinan mereka tentang pemberlakuan hukuman mati di Indonesia itu tidak semata-mata karena adanya kasus "Bali Nine" atau sembilan warga Australia yang dihukum di Bali dalam kasus narkoba, tetapi siapa saja, termasuk terpidana mati kasus terorisme. Dubes Thayeb berada di Sydney untuk menerima sumbangan beberapa lukisan bertema Bali karya Dr. Charles Billich, salah seorang pelukis ternama Australia, di galerinya yang berlokasi di Jalan George No. 106, the Rocks, Sydney, Kamis petang. Para warga Australia yang mengirimkan surat maupun email itu tidak bermaksud mencampuri urusan pengadilan di Tanah Air melainkan hanya menyampaikan keprihatinan tentang pemberlakuan hukuman mati dimana Australia tidak lagi memberlakukan jenis hukuman tersebut sejak lama, katanya. Menjawab pernyataan tentang disinggungnya masalah terpidana mati kasus "Bali Nine" oleh Perdana Menteri Kevin Rudd dalam pertemuannya dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali Desember 2007 lalu, Dubes Thayeb menjelaskan PM Rudd berupaya melindungi warga negaranya adalah sesuatu yang wajar, namun dalam masalah hukum, eksekutif (pemerintah RI) tidak bisa mempengaruhi proses hukum tersebut. Terkait dengan masalah hukuman mati bagi terpidana kasus Bom Bali 12 Oktober 2002, Amnesti International Australia telah lama mengimbau Pemerintah RI untuk menghentikan persiapan eksekusi terhadap Amrozi bin H. Nurhasyim, Ali Ghufron, dan Imam Samudera, dan mengganti hukuman mereka dengan "hukuman seumur hidup". Organisasi itu juga mengimbau siapa pun yang tidak setuju dengan hukuman mati agar mengirimkan surat keprihatinan ke Duta Besar RI untuk Australia dan Vanuatu TM Hamzah Thayeb dengan alamat Kedubes RI, 8 Darwin Avenue, Yarralumla ACT 2600, Fax: (02) 6273 6017. Amnesti Internasional Australia juga mengimbau Pemerintah Indonesia agar menandatangani dan meratifikasi Protokol Opsi kedua untuk Konvensi Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) serta berkomitmen menghapus hukuman mati. Australia sendiri sudah menghapus hukuman mati sejak lahirnya UU Penghapusan Hukuman Mati 1973. Orang terakhir yang dihukum mati di Australia adalah Ronald Ryan pada 1967, dan seluruh negara bagian kini telah meniadakan hukuman mati. Dalam kasus Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, termasuk 88 warga Australia, itu, selain Amrozi, Ali Ghufron dan Imam Samudera, orang-orang yang didakwa dan dituduh terlibat dalam insiden itu adalah Ali Imron, Abdul Goni, Abdul Hamid (kelompok Solo), Abdul Rauf (kelompok Serang), Achmad Roichan, Andi Hidayat (kelompok Serang) dan Andi Oktavia (kelompok Serang) . Seterusnya, Arnasan alias Jimi (tewas), Bambang Setiono (kelompok Solo), Budi Wibowo (kelompok Solo), Dr Azahari alias Alan (tewas dalam penyergapan oleh polisi di Kota Batu tanggal 9 November 2005) , Dulmatin Feri alias Isa (meninggal dunia), Herlambang (kelompok Solo), Hernianto (kelompok Solo), Idris alias Johni Hendrawan, Junaedi (kelompok Serang), Makmuri (kelompok Solo), Mohammad Musafak (kelompok Solo) Mohammad Najib Nawawi (kelompok Solo), Noordin Mohammed Top, Sarjio alias Sawad, Surendro Wicaksono, Umar Kecil alias Patek, Utomo Pamungkas alias Mubarok, dan Zulkarnaen. (*)

Copyright © ANTARA 2008