Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai bahwa penyempurnaan sistem ketatanegaraan, sistem pemerintahan, sistem hukum dan termasuk konstitusi negara dalam UUD 1945 harus dilakukan secara menyeluruh dan komprehensif.
Hal itu dikemukakan oleh Presiden Yudhoyono dalam jumpa pers bersama dengan Ketua DPD Ginadjar Kartasasmita seusai rapat konsultasi pemerintah-DPD di Istana Negara, Jakarta, Jumat.
"Itulah yang kita bahas bagaimana tindak lanjutnya, prosesnya seperti apa, kelembagaannya juga seperti apa, untuk kemungkinan penyempurnaan ataupun perubahan sesuai kehendak rakyat," kata Presiden.
Menurut Kepala Negara, jika rakyat menghendaki perubahan dalam konstitusi atau sistem pemerintahan yang memerlukan amandemen UUD 1945 maka harus dipastikan betul-betul komprehensif sebelum diagendakan dalam proses-proses yang lebih terperinci.
"Jika sudah menjadi kehendak rakyat maka kita mengikuti mekanisme yang sudah ada dalam UUD dimana MPR sebagai penjuru," katanya.
Namun, Presiden Yudhoyono menilai jika seandainya rakyat sepakat atas perubahan tersebut maka UUD baru itu akan berlaku pada pemerintahan pasca-Pemilihan Umum 2009.
Menurut Kepala Negara, jika dimulai pada awal 2008 maka kerangka waktu yang diperlukan untuk menelaah mencukupi.
Dia juga mengatakan bahwa kajian akan lebih baik jika telaah dilakukan lebih dari sekedar satu atau dua lembaga saja.
Disebutkan mengenai kemungkinan pembentukan panitia, komisi atau kelompok orang pada awal 2008 yang dapat bekerja hingga paruh waktu pertama. Bersamaan dengan itu akan dilakukan survei untuk mengidentifikasi pendapat masyarakat karena Indonesia tidak mengenal sistem referendum, pendapat partai politik atau DPD. Apabila telah selesai dapat disampaikan kepada pemerintah.
Sementara itu Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita mengatakan bahwa satu hal yang diluruskan adalah tidak ada pembuatan UU baru.
"Yang ada adalah, seperti dikatakan presiden, pemerintah yang akan datang bisa menjalankan pemerintahan berdasarkan UU yang kokoh dan tidak ada masalah lagi," jelasnya.
Dia juga mengatakan bahwa panitia, komisi atau kelompok orang yang bertugas menelaah itu hendaknya terdiri dari para pakar di bidang hukum tata negara, hukum konstitusi, pakar ilmu politik dan juga tokoh masyarakat.
"Saya sarankan jangan diikutsertakan orang-orang yang berkepentingan. Misalnya partai politik dan DPD, kami kan berkepentingan. Kami tidak usah ikut dalam panitia atau komite. Tetapi panitia atau komisi bisa berkonsultasi atau meminta pendapat dari partai dan DPD".
"Biarkan ini objektif, ilmiah dan mendalam. Jadi betul-betul tidak lagi ada keinginan mengubah UU yang ke enam kali atau ketujuh kali," tegasnya.
Disebutkan pula bahwa jika Pilkada dihapuskan maka diperlukan perubahan UUD.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008