Bogor (ANTARA News) - Hubungan diplomatik Indonesia dengan Jepang, awal Januari ini sudah memasuki setengah abad, maka sudah sepatutnya usia istimewa ini dirayakan dengan mengambil tema "Tahun Persahabatan Indonesia-Jepang 2008" yang ke-50. Perayaan yang digelar di Sasono Langen Budaya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) pada Minggu (20/1) itu, mempertemukan pemimpin dan wakil kedua negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta Ani Yudhoyono serta Pangeran Akishino bersama Putri Kiko Kawashima. Pangeran Akishino, adalah putra kedua dari Kaisar Akihito dan Permaisuri Michiko. Ia merupakan adik dari Putra Mahkota Naruhito dan menduduki urutan kedua sebagai pewaris tahta kekaisaran Jepang. Hubungan diplomatik Indonesia-Jepang diawali dengan penandatanganan perjanjian perdamaian Indonesia-Jepang pada 20 Januari 1958 antara Menlu RI Soebandrio dan Menlu Jepang, Aiichiro Fujiyama. "Tahun Persahabatan Indonesia-Jepang 2008" bertema "Menuju Setengah Abad Yang Baru" serta bertujuan memperluas pertukaran antara rakyat kedua negara dan memperdalam saling pengertian lintas generasi. Peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Jepang merupakan tonggak penting yang menandai hubungan kemitraan yang kokoh di antara kedua negara. Sebagai bagian dari perayaan itu akan digelar serangkaian kegiatan di berbagai bidang antara lain pendidikan, seni budaya, kepemudaan dan olah raga sepanjang 2008 di kedua negara. Sejumlah kegiatan yang akan digelar antara lain konser Tsugaru Shamisen, pertunjukan tari Taihen, Tokyo Beat (Januari), pameran pendidikan Jepang, seminar biofuel (Febuari), pameran foto kontemporer, seminar integrasi ekonomi ASEAN-Asia Timur (Maret), simposium peringatan 50 tahun hubungan Indonesia-Jepang (April), pameran kartun, lomba pidato bahasa Jepang (Mei). Kemudian pertunjukan upacara minum teh, pameran keramik (Juni), pertunjukan Doraemon (Juli), peluncuran buku peringatan 50 tahun Indonesia-Jepang (Agustus), seminar kerja sama keuangan (September), seminar linkungan (Oktober), Pameran Indonesia-Jepang (November) dan pekan Jepang serta upacara penutupan (Desember). Presiden Yudgoyono menyatakan, perayaan "Tahun Persahabatan Indonesia-Jepang" yang ke-50 difokuskan dalam tiga pilar yaitu pendidikan, budaya dan generasi muda. Kedua pemerintah akan aktif mendorong kerja sama di tiga pilar itu guna memperkuat hubungan kedua negara. Disebutkan bahwa pendidikan adalah instrumen strategis untukmendekatkan hubungan kedua negara dan dapat menjadi media transfer tehnologi. Sedangkan kerja sama budaya diperlukan untuk mendekatkan hubungan masyarakat kedua negara, baik melalui misi kebudayaan atau pariwisata. Sementara itu, kerja sama di bidang kepemudaan meliputi misi pertukaran pelajar yang di kemudian hari akan menjembatani pemahaman dan kerja sama antara kedua negara. Satwa dan Lingkungan Di luar kegiatan resmi yang memperingati setengah abad hubungan kedua negara, nun jauh di jalur pendakian Resor Gunung Putri, Cibodas, lereng Gunung Gede --yang masuk kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) Jawa Barat, yang berketinggian 1.000 - 3.000 meter di atas permukaan laut (dpl)-- puluhan warga Jepang, dan pegiat konservasi satwa dan lingkungan juga berkumpul. Masyarakat Jepang menyumbang dana senilai 500 ribu yen, yang berasal dari sumbangan pengunjung Gunma Safari Park untuk gerakan penghijauan di TNGP, dimana program itu sudah dilakukan sejak tahun 2004. Secara simbolis, sumbangan itu ditandai dengan penyerahan pohon dari Presiden Direktur (Presdir) Gunma Safari Park, Kunihiko Takahasi kepada Kepala TNGPP, Bambang Sukmananto. Warga Kota Gunma dan pimpinan Gunma Safari Park ikut menanam langsung berbagai pohon bersama-sama irektur TSI, Frans Manangsang dan puluhan anggota Pramuka dari Madrasah Ibtidaiyah (MI) Al-Ikhlas, Desa Sukatani, Kecamata Pacet, Kabupaten Cianjur dengan panduan staf di TNGP. Kerjasama untuk penghijauan di TNGP itu sejak tahun 2004 dilakukan bersama tiga pihak yakni Gunma Safari Park, Jepang, Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua-Bogor dan TNGP Departemen Kehutanan (Dephut). Kunihiko Takahasi mengaku, mengapa sejak tahun 2004 selalu membantu penghijauan di TNGP, salah satu penyebabnya karena mendengar bahwa hutan di Indonesia mengalami kerusakan yang serius setelah hutan Amazon di kawasan Amerika Selatan. "Maka kami berinisiatif untuk mengadakan kegiatan penanaman," katanya dan menambahkan bahwa pada awalnya kegiatan untuk membantu penghijauan kawasan hutan itu demi kepentingan satwa liar, karena bila hutan rusak maka keberadaan satwa liar endemik juga terganggu dan bisa terancam punah. Namun, dalam perkembangannya kemudian kegiatan itu juga untuk kepentingan manusia juga, terutama untuk mengurangi emisi karbon. Kajian terbaru dari LSM lingkungan World Wildlife Fund for Nature (WWF) yang diluncurkan di Nusa Dua, Bali, pada Konferensi Perubahan Iklim (UNFCCC) Desember tahun lalu menunjukkan kerusakan hutan Amazon, di kawasan Amerika Selatan, akan kian cepat akibat siklus perubahan iklim dan penggundulan hutan. WWF memprakirakan, pada tahun 2030 sekitar 60 persen luas Amazon akan rusak dan memperburuk kondisi hidup penduduk yang tinggal di kawasan Amerika Selatan. "Peran penting Amazon terhadap iklim global tidak bisa lagi kita pandang sepele,? kata Dan Nepstad, seorang peneliti senior yang memimpin penyusunan kajian bertajuk "The Amazon`s Vicious Cycles Drought and Fire in the Greenhouse". Laju penggundulan hutan di Amazon hingga tahun 2030, menurut kajian WWF, berpotensi melepaskan karbon hingga 55,5-96,9 juta ton karbondioksida (CO2). Angka ini sama dengan emisi gas rumah kaca global selama dua tahun. Mengenai hasil penghijauan di TNGP yang sudah dilakukan lima kali sejak tahun 2004, Kunihiko Takahasi mengakui bahwa berdasarkan pengecekan langsung, hasilnya cukup bagus. "Kami tidak sedikitpun merasa ada ketidakpuasan karena kegiatan di Taman Nasional ini (TNGP) semakin banyak melibatkan masyarakat dalam penanamannya, dan itu sesuai dengan apa yang kami harapkan," katanya. Kepala TNGP, Bambang Sukmananto menanggapi soal kerusakan hutan yang disebut-sebut serius setelah hutan Amazon, ia menilai hal itu bisa diperdebatkan, dan itu ditegaskan hanya informasi awal, karena persepsi kerusakan hutan itu bisa dilihat berbeda. Hanya saja, yang jelas, terutama di Jawa Barat, Gunung Gede-Pangrango adalah sebagai barometer untuk melihat sejauh mana kelestarian lingkungan terjaga dengan baik. "Jadi, kalau TNGP dan Taman Nasional Halimun-Salak rusak, wah... ini Jawa Barat bisa disebut sudah habis," katanya. Karena menjadi barometer lingkungan itulah, kata dia, yang kemudian menjadi kepedulian Gunma Safari Park untuk intensif membantu TNGP, karena juga berkaitan dengan keberadaan TSI Cisarua, yang selama ini menjadi pusat konservasi "ex-situ" satwa liar. "Jadi, kerjasama ini adalah tripartit," katanya. Mengenai keberhasilan program itu, pihaknya sedang mencoba bekerjasama lebih intensif dengan masyarakat. "Karena apa, begitu kita menanam, kalau masyarakat tidak diberdayakan, maka akan berdampak pada tanaman, khususnya pada aspek menjaga dan memeliharanya," katanya. Direktur TSI Cisarua, Frans Manangsang mencoba mengutip pernyataan Duta Besar (Dubes) RI untuk Jepang, Sudradjat bahwa ada sisi lain, yang sifatnya "people to people", yang bisa memperkuat hubungan diplomatik kedua negara, yakni melalui "diplomasi satwa", yang sudah sejak lama dijalin antara Gunma Safari Park dan TSI serta TNGP. "Tentu saja, bangunan-bangunan semacam `diplomasi satwa` ini akan menjadi penguat hubungan resmi yang bersifat `goverment to goverment`, sehingga hubungan kedua bangsa akan semakin erat di masa depan," katanya.(*)

Pewarta: Oleh Andy Jauhari
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008