Nusa Dua (ANTARA News) - Penyidikan kasus aliran dana Bank Indonesia (BI) jangan sampai dipolitisasi untuk merugikan atau menguntungkan calon tertentu dalam bursa pencalonan Gubernur BI periode 2008-2013. Koordinator Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Teten Masduki, di Nusa Dua, Bali, Selasa, mengatakan jangan sampai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendapatkan tudingan bahwa penetapan Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, sebagai tersangka kasus aliran dana BI berkaitan dengan bursa pencalonan Gubernur BI. Untuk itu, Teten berpendapat, KPK jangan sampai tebang pilih dalam menetapkan tersangka untuk kasus aliran dana BI. "Jangan sampai KPK mendapatkan tudingan bekerja untuk politik, karena pencalonan Gubernur BI akan dimulai Pebruari. Untuk itu, kasus ini harus selesai secara keseluruhan," tuturnya. Teten menambahkan, menurut UU No.3 Tahun 2004 tentang BI, keputusan rapat dewan gubernur diambil secara kolegial. Sehingga, lanjut dia, keputusan untuk mencairkan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar seharusnya merupakan tanggungjawab dewan gubernur secara keseluruhan, bukan hanya Gubernur BI saja. "Kalau dari UU BI itu, maka seharusnya KPK bisa menyeret semua dewan gubernur, bukan hanya gubernur BI saja," ujarnya. Jika KPK hanya menyalahkan Burhanuddin untuk pencairan dan penggunaan dana YPPI, Teten khawatir kepercayaan publik terhadap KPK semakin merosot akibat tudingan politisasi penegakan hukum. KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana BI, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Pada 22 Juli 2003 rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada YPPI senilai Rp100 miliar. Oey yang pada 2003 menjabat Deputi Direktur Hukum menerima langsung dana YPPI itu dari Ketua YPPI Baridjusalam Hadi dan Bendahara YPPI, Ratnawati Sari. Selanjutnya, Oey mencairkan cek dan menyerahkan uang tunai kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawinata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo. Sedangkan sisanya, senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No.23 Tahun 1999 tentang BI. Selain dana dari YPPI, BI juga mengeluarkan uang sebesar Rp15 miliar dari anggaran BI sendiri untuk bantuan hukum kepada tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo, yang dikeluarkan pada masa Syahril Sabirin menjabat Gubernur BI. Teten mengingatkan KPK untuk tidak mengulangi kegagalan kasus dana ilegal Departemen Kelautan dan Perikanan yang juga mengalir sampai ke DPR. KPK, lanjut dia, harus menuntaskan kasus aliran dana BI dengan juga menjerat para anggota maupun mantan anggota DPR yang menerima dana tersebut. (*)

Copyright © ANTARA 2008