Jakarta (ANTARA News) - Revisi Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) No. 28/2007 tentang pedoman harga pembelian gabah pemerintah diperkirakan dapat selesai bulan ini mengingat rencana revisi Harga Pembelian Pemerintah (HPP) baru dalam tahap kajian. "Bulan ini mungkin sudah keluar (Permentannya), karena jangan sampai pengadaan beras dalam negeri terganggu," kata Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian Djoko Said Damarjati, di Bandung, Jumat. Menurut dia, revisi Instruksi Presiden No.3/2007 tentang HPP membutuhkan waktu yang lama. Sementara itu, Deptan menyiapkan revisi Permentan yang mencakup kualitas gabah lebih luas agar Bulog lebih fleksibel dalam melakukan pembelian gabah petani. "HPP itu selama belum ada yang baru berlaku terus, akan berubah kalau ada perubahan Inpres. Inpres itu prosedurnya lewat Menko, usulannya sedang kita siapkan," ujarnya. Dengan Permentan yang baru itu, lanjut Djoko, Bulog tidak boleh beralasan tidak membeli gabah petani karena mutunya jelek. "Yang penting semua bisa dibeli. Jadi tidak boleh ada alasan `mutunya jelek`. Harganya murah, mutunya memang jelek, ya...harus diperbaiki," tambahnya. Djoko mencontohkan jika Bulog membeli gabah dengan kualitas pecah 25 persen dan kadar air 15 persen maka harganya menggunakan patokan tabel refraksi dalam Permentan. "Nanti di tabel refraksi kan harganya di bawah Rp4.000 per kg. Bulog bisa dengan pihak ketiga memproses itu untuk dikirim ke Bulog. Beli langsung juga boleh," katanya. Berdasarkan HPP 2007, harga Gabah Kering Panen dengan kadar air 25 persen dan kadar hampa 10 persen adalah Rp2.000 per kg di tingkat petani dan Rp2.035 per kg di penggilingan. Harga Gabah Kering Giling dengan kadar air 14 persen dan kadar hampa tiga persen sebesar Rp2.575 per kg di tingkat penggilingan dan Rp2.600 per kg di gudang Bulog. Harga beras dengan kadar air 14 persen dan pecahan 20 persen ditetapkan sebesar Rp4.000 per kg di gudang Bulog. Djoko mengaku telah menerima usulan dari organisasi petani seperti Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) mengenai kenaikan HPP. "Kita menghitung juga, hasil kajian kita nanti diusulkan. Diterima atau tidak tergantung inflasi dan kemiskinan nanti terpengaruh atau tidak," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008