Jakarta (ANTARa News) - Pemerintah diharapkan memberlakukan "Petrol Tax" yakni BBM premium dan solar bersubsidi tetap dipertahankan pada harga saat ini kepada pemilik mobil pribadi yang disatukan dalam pembayaran STNK tahunan (road tax) dengan Petrol Tax yang hitungan dapat mudah dikalkulasi, kata ekonom dari Indonesia Development Monitoring (IDM) Arief Poyuono.
Ketika dihubungi di Jakarta, Jumat, Arief memberikan contoh sistem "Petrol Tax" misalkan pemilik mobil pribadi diasumsikan menghabiskan BBM premium maupun solar sebesar 20 liter/hari, untuk setiap liternya dikenakan Petrol Tax sebesar Rp 500, sehingga perhari dibebankan pajak sebesar Rp10.000, dan sebulan Rp 300.000 dan setahun Rp 3.600 000 yang ditagihkan ketika memperpanjang STNK dengan memperlihat surat tanda bukti dari kantor pajak.
"Dengan cara seperti ini defisit APBN yang katanya berjumlah 10 triliun dengan mudah dicukupi dari," katanya.
Cara lain yakni harga BBM tetap naik tapi untuk kendaraan umum perlu dilengkapi an bahan bakar gas dengan menggunakan "Gas Card" seperti yang dilakukan Pertamina, dan kelebihan dari nilai subsidi yang diberikan pemerintah dapat "direimburs" setiap bulan ke bank penyedia jasa subsidi BBM.
Selain itu, pemerintah dapat menggunakan cara menyiapkan sistem transportasi publik yang memadai untuk melayani rakyat yang tidak mengunakan mobil pribadi akibat tingginya "petrol tax" serta pemerintah juga harus bisa mengurangi kemacetan jalan, dan memperbaiki infrakstruktur jalan.
Arief berpendapat, Subsidi BBM yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat ini bukan subsidi yang benar-benar memberi keadilan pada rakyat, seharusnya subsidi menganut azas keadilan bagi rakyat yang berhak menerima subsidi BBM, namun sebagian besar subsidi tidak menikamatinya.
Menurut dia, pemerintah yang memilih melakukan pengurangan volume BBM premium dan solar hanya untuk meredam gejolak politik, hanyalah tindakan "instan" dan akan menjadi bom waktu bagi pemerintah yang akan datang dalam mengatasi defisit APBN akibat lonjakan subsidi BBM di pos APBN.
"Program pengurangan BBM premium dan solar dalam sistem kontrolnya akan mengunakan sistim 'smart card' inipun bukan cara yang tepat karena rentan menyebabkan antrian di SPBU bensin dan pembangunan sistem inipun bukanlah murah yang akan memakan dana anggaran APBN," katanya.
Selain itu, program pengurangan BBM premium dan solar juga akan menyebabkan dampak timbulnya SPBU bensin liar, dan SPBU bensin resmi akan sangat bisa berbuat nakal dengan menjual BBM premium dan solar di luar SPBU karena selisih harga yang menggiurkan antara BBM premium dengan pertamax.
Arief menegaskan, pembatasan BBM akan bisa menciptakan inflasi yang sangat tinggi karena banyak perusahaan yang pekerjanya mengunakan mobil pribadi menuntut kenaikan gaji sehingga terjadi penambahan biaya produksi dalam perusahaan yang mengakibatkan harga pokok produksi naik.(*)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008