Teheran (ANTARA News) - Matahari baru masuk ke peraduannya ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongannya tiba di Bandara Internasional Mehrabad, Teheran, Iran, Senin. Bandara Mehrabad adalah sebuah bandara tua yang juga berfungsi sebagai bandara militer dan terletak di bagian barat Kota Teheran. Sementara itu untuk melayani penerbangan komersial internasional Iran memiliki Bandara Imam Khomeini yang terletak sekitar 50 kilo meter di selatan Bandara Mehrabad. Di bandara utama negeri para mullah itu, selain oleh Menteri Informasi dan Teknologi Komunikasi Iran Mohammad Soleymani, rombongan Presiden Yudhoyono juga disambut oleh angin senja yang sejuk --suhu 20 derajat Celcius-- di hari pertama lawatan mereka ke Iran, 10-12 Maret 2008. Pada bulan Maret, negeri yang berbatasan dengan Laut Kaspia di bagian utara itu biasanya memang memiliki suhu sangat rendah yang membekukan, apalagi di malam hari, bisa mencapai 5 derajat Celcius. Bahkan suhu pada musim panasnya pun jarang mencapai 29 derajat Celcius, terutama di kota-kota yang terletak di sisi utara seperti Teheran. Setelah upacara penyambutan, rombongan Presiden kemudian memasuki kota Teheran yang terletak di punggung Pegunungan Alborz pada ketinggian 1.210 meter di atas permukaan laut, tepatnya di kaki gunung tertinggi di Iran, Gunung Damavand (5.604 meter). Teheran, ibukota utama Republik Islam Iran, adalah sebuah kota berusia 200 tahun yang sekalipun tampak kosmopolitan namun dipenuhi oleh bangunan-bangunan yang merupakan campuran antara kebudayaan moderen dan dunia ketiga. Menara Azadi (Menara Kebebasan) --simbol nasional Iran-- menjadi bangunan pertama yang dijumpai iring-iringan rombongan Presiden Yudhoyono ketika meninggalkan bandara. Untuk menuju ke Joumhouri Palace --tempat Presiden beserta rombongan menginap--, mobil yang membawa rombongan Presiden harus mengelilingi Lapangan Azadi --serupa Lapangan Monumen Nasional di Jakarta. Menara berwarna putih yang terdiri dari dua pilar setinggi 50 meter yang saling membelit pada ujungnya dan terletak di sebuah lapangan seluas 5 acre itu sesungguhnya merupakan bagian dari sebuah komplek yang terdiri dari museum, galeri seni, bioskop, perpustakaan dan taman. Monumen Azadi bukan satu-satunya bangunan yang menjadi daya tarik Teheran. Sederet bangunan dengan cita rasa arsitektur yang diakui sejumlah kalangan bertebaran di sudut-sudut strategis kota. Antara lain Menara Milad -- menara keempat tertinggi di dunia -- yang menampung sebuah restoran di puncak tertingginya, hotel bintang lima dan pusat perdagangan dunia (World Trade Center), museum Reza Abbasi yang menampilkan koleksi zaman Neolitikum, dan Valiasr Avenue --jalan terpanjang di Timur Tengah (12 mil) yang menghubungkan stasiun kereta api Teheran dengan Lapangan Tajrish -- yang di kedua sisinya penuh dengan taman, museum, pertokoan dan berbagai restauran tempat para pelancong berburu masakan Persia seperti Kebab Chelow, Ghormeh Sabzi, atau Gheimeh. Memasuki jalanan utama Kota Teheran, pergerakan mobil mulai melambat. Di jam-jam sibuk, sebagaimana dengan Jakarta, Teheran juga dilanda kemacetan luar biasa sekalipun infrastruktur jalan sangat memadai, --panjang jalan raya lebih dari 280 kilo meter. Penyebab utama kemacetan adalah rendahnya fasilitas transportasi publik. Bus dan kereta api (metro) tidak menjangkau seluruh bagian kota sehingga kebanyakan warga Teheran lebih suka menggunakan mobil pribadi atau taksi. Apalagi harga bensin termasuk murah di Iran, sekitar Rp1.000 per liter, yang dapat dibeli dengan menggunakan kartu voucher isi ulang. Setiap orang memperoleh jatah tiga liter setiap harinya, jika kebutuhannya lebih dari itu maka ia harus membayar kelebihan bensin Rp4.000 per liter. Namun, sekalipun tampak sibuk dan padat, Teheran justru terkenal memiliki taman-taman kota yang lapang dan damai. Kabarnya kota berpenduduk lebih dari 7 juta jiwa itu memiliki 800 buah taman yang terpelihara dengan baik dan dimanfaatkan oleh warga Teheran untuk berwisata pada akhir pekan. Beberapa di antaranya adalah Taman Jamshidiyeh, Mellat, Darakeh-Darband dan Tochal. Misi Ekonomi Di Iran, Presiden Yudhoyono dijadwalkan melakukan sejumlah pertemuan, antara lain dengan Presiden Mahmoud Ahmadinejad, sejumlah pejabat pemerintah dan pemimpin spiritual Iran Ayatollah Ali Khameini. Kunjungan itu merupakan kunjungan balas atas lawatan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ke Jakarta pada Mei 2006 sebelum mengikuti KTT D8 (negara-negara berkembang 8) di Bali. Di Iran, Presiden Yudhoyono dijadwalkan mengadakan pertemuan bilateral dengan Presiden Ahmadinejad untuk membicarakan peningkatan kerjasama kedua negara di bidang energi dan perdagangan. Presiden Yudhoyono juga akan menyaksikan penandatanganan sejumlah nota kesepahaman dengan Iran, antara lain di bidang pertanian, pendidikan, perdagangan, dan kepemudaan. Pada 2006, kedua negara telah menyepakati enam nota kesepahaman (MoU) untuk kerjasama dalam berbagai bidang antara lain, bidang energi, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertukaran kebudayaan, perjanjian bidang bea cukai, serta perjanjian bisnis pembangunan kilang minyak di Tuban, Jawa Timur, antara Elnusa dan National Iranian Oil Company (NIOC). Namun belum seluruh MoU itu terlaksana karena berbagai hambatan. Pada kesempatan itu Presiden Ahmadinejad mengemukakan bahwa untuk menghadapi tekanan dan ketidakadilan serta monopoli yang dilakukan negara-negara adidaya yang memaksakan kebijakan ekonomi mereka dengan membuat berbagai larangan perdagangan untuk kepentingan mereka, maka Iran berharap dapat menjalin hubungan yang lebih erat dengan Indonesia sebagai negara yang memiliki kedekatan budaya dan kesamaan identitas religius. Sementara itu di dalam negeri, kunjungan kerja Presiden Yudhoyono ke Iran memperoleh apresiasi positif dari anggota dewan. "Kunjungan presiden ke Iran, bisa memulihkan kembali hubungan harmonis RI - Iran, karena sikap Indonesia yang mendukung resolusi sebelumnya," kata Dedy Djamaluddin Malik dari Fraksi Partai Amanat Nasional. Sementara itu Andreas H Pareira (Fraksi PDI Perjuangan) menilai Indonesia memang perlu mempererat hubungan dengan Iran. "Karena negara itu di bawah Presiden Ahmadinejad kelihatan akan mengarah menjadi kekuatan utama di Timur Tengah," ujarnya. Tampaknya pemerintah Indonesia memang memiliki alasan kuat untuk melakukan lawatan hanya beberapa saat setelah sikap "abstain" terkait pengesahan resolusi 1803 tentang program nuklir Iran di Dewan Keamanan PBB. Namun apapun alasannya, sebagai negara berdaulat Indonesia tentu memiliki hak untuk bebas dan merdeka menjalin hubungan dengan negara mana pun juga, sebagaimana politik luar negeri bebas aktif yang kita anut. Sama seperti angin senja yang bebas berhembus ke mana suka, meniup lembut ujung-ujung dahan pohon yang menghiasi taman Joumhouri Palace senja itu. (*)

Oleh Oleh Gusti NC Aryani
Copyright © ANTARA 2008