Jakarta (ANTARA News) - Arah pembangunan ekonomi saat ini, tampaknya belum terlihat memihak kepada kepentingan rakyat kecil, meskipun para tokoh yang dirinya menamakan reformasi telah dapat mengamandemen Pasal 33 UUD 1945. "Saya belum melihat arah pembangunan ekonomi yang memihak kepada rakyat kecil," kata penguasaha nasional Sukamdani S Gitosardjono, usai menghadiri peluncuran buku 80 Tahun, "Sukamdani Mempertautkan Bisnis, Pendidikan, Sosial dan keagamaan," di Jakarta, Selasa. Menurut dia, pemerintah seyogianya dapat melihat realitas yang terjadi di kalangan masyarakat bawah, yakni mereka sulit mencari minyak tanah, minyak goreng, beras dan tempe. "Kalaulah produk makanan dan minyak itu ada, harganya cukup mahal sementara, pendapatan petani tidak berubah. Inikan membuat kehidupan mereka tambah sulit," katanya, dengan nada lirih. Peluncuran buku 80 tahun Sukamdani tersebut, hadir sebagai nara sumber, Menko Kesra, Abu Rizal Bakrie, Menteri Komunikasi dan Informatika, M Nuh dan Rektor Universitas Islam Negeri, Komarudin Hidayat, dengan moderator Rektor Universitas Sahid Jakarta, Prof Dr Hidayat Syarief. Dikatakannya, amandemen Pasal 33 UUD itu semestinya dapat meningkatkan "daulat" bangsa Indonesia di dalam percaturan internasional. "Banyak aset negara yang telah dijual ke pihak asing, tetapi hasilnya dari penjualan itu tidak terlihat adanya pembangunan ekonomi yang dapat dirasakan manfaatnya oleh para petani dan nelayan. "Privatisasi itu dapat saja dilakukan, tetapi semangatnya mestinya tidak sekedar mengurangi aset negara, untuk membangun infrastruktur demi kelanjutan ketahanan papan dan sadang, sehingga beban kehidupan rakyat tidak kian sulit," kata Sukamdani. Pada kesempatan itu, ia juga menguraikan kisah suksesanya ketika berjuang di dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. Pada Munas ke IV bulan September 1979 di Bali, Kadin Indonesia melakukan penyusunan keanggotaan, tugas dan fungsinya serta hubungan dengan pemerintahan. Dari Munas itu muncullah gaggasan untuk membuat Undang-undang tentang Kadin, sebagai organisasi para pengusaha asa, juga sebagai patner dari pemerintah dalam pembangunan utamanya pembangunan ekonomi. Dari situlah terwujut adanya saling pengertian, bahwa penguaha itu juga harus dapat membantu program pemerintah, sehingga ketika pendapatan masyarakat rendah tidak naik, para penguasa dapat menahan diri untuk tidak menaikkan harga demi keuntungan sepihak. "Situasi itu tercipta kala itu, tidak terjadi seperti saat ini, banyak pengusaha menumpuk barangnya hanya karena akan meningkatkan harganya," katanya. Selain memprakarsai lahirnya UU Kadin, Sukamdani juga sebagai perintis pembangunan ekonomi dengan negara Moskow, Berlin Timur, Negara Skandinavia dan Taipei. Indonesia hanya mengakui satu negara China, tetapi Kadin, dapat melakukan hubungan dengan China dan Taiwan, sehingga investasi Taiwan diIndonesia terus meningkat setelah adanya rintisan kadin Indonesia berkunjung ke Taiwan memenuhi undangan Chinese National Association of Industry and Commerce, semacam Kadinya Indonesia, katanya. Dalam peluncuran itu hadir juga pengamat ekonomi Christianto Wibisono, Dirut Perum LKBN ANTARA, Dr Ahmad Mukhlis Yusuf, dan dekan Fakultas Hukum Usaid, Laksanto Utomo, MH.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008