Jakarta (ANTARA) -  Dirjen Penguatan Inovasi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) Jumain Appe mengatakan Pemerintah Indonesia memperkuat pengukuran dan penetapan tingkat kesiapan inovasi melalui penerbitan Permenristekdikti Nomor 29 Tahun 2019 tentang Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovasi (Katsinov) untuk mendukung komersialisasi dan keberlanjutan pasar dari produk inovasi yang dibutuhkan masyarakat, bangsa dan industri.

"Katsinov ini saya kira merupakan salah satu 'tool' (alat) yang sangat kita butuhkan ke depan dalam rangka mengukur bagaimana inovasi kita lakukan di perguruan tinggi maupun di lembaga litbang (penelitian dan pengembangan), yang mana kita tahu bahwa inovasi ini sangat penting di dalam rangka memajukan Indonesia ke depan," katanya  pada sosialisasi pemristekdikti tersebut di kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, Selasa.

Jumain mengatakan penentuan kesiapan inovasi perlu pengukuran spesifik untuk memastikan inovasi tersebut memenuhi tiga unsur. yakni inovasi yang memberikan perubahan signifikan, inovasi yang bisa digunakan dan didesiminisasikan kepada pengguna dan yang memiliki nilai komersial.

"Inovasi adalah pengenalan suatu kebaruan yang menyebabkan perubahan signifikan," ujarnya.

Dalam rangka mendorong kesiapan inovasi ke tahap komersialisasi dan mengurangi risiko kegagalan dalam pemanfaatan produk inovasi, perlu dilakukan pengukuran dan penetapan tingkat kesiapan inovasi.

"Kalau teknologinya OK itu belum tentu bahwa teknologi itu bisa dimanfaatkan kalau level komersialnya tidak ada, apakah ini memiliki pasar dari suatu produk, kalau ada pasar belum tentu bisa membuat sesuai permintaan karena tidak punya tempat atau sarana untuk mengembangkan yang kita sebut manufaktur," ujarnya.

Tingkat kesiapan inovasi (Katsinov) adalah metode untuk estimasi kesiapan inovasi dari suatu program inovasi di perusahaan, lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi yang ditinjau dari aspek teknologi, pasar, organisasi, kemitraan, risiko, manufaktur dan investasi.

Jumain mengatakan masalah yang ditemukan di lapangan antara lain hasil inovasi belum siap dikomersialisasikan secara massal, adanya produk inovasi yang tidak memenuhi standar sehingga terhambat untuk dipasarkan. Pada saat di masarkan, produk inovasi menghadapi masalah izin edar karena tidak memenuhi standar tertentu.

"Karena percuma teknologi selesai tapi begitu mau jual tidak laku atau tidak ada yang butuh. Nah kalau toh pasar sudah oke apa bisa diproduksi massal?," ujarnya.

Baca juga: Kementerian: Inovasi di Indonesia hadang gempuran produk daring asing
Baca juga: Kemristekdikti dorong komersialisasi inovasi
Baca juga: Kemristekdikti dorong penguatan sistem inovasi daerah


 
 

Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Masnun
Copyright © ANTARA 2019