Jakarta (ANTARA News) - Institute for Development of Economy and Finance (Indef) mendesak BI agar menurunkan instrumen suku bunganya (BI rate) dari posisi saat ini delapan persen untuk memberi insentif pada sektor riil.
"Kalau suku bunga tetap tinggi, investor lebih memilih investasi di sektor finansial dan meninggalkan sektor riil, padahal sektor riil diperlukan untuk penyerapan tenaga kerja dan pengurangan kemiskinan," kata Direktur Indef, M Ikhsan Modjo, di Jakarta, Senin.
Menurutnya, Indonesia saat ini mengalami anomali, dimana suku bunga bukan merupakan faktor penyebab peningkatan ekspektasi inflasi dan depresiasi rupiah, namun lebih pada faktor domestik, seperti belum tuntasnya penyempurnaan penganggaran, gangguan pada produksi dalam negeri dan kasus suap yang melibatkan BI.
"Penurunan ini juga untuk meredam masuknya modal asing jangka pendek, yang terbukti sangat merusak," katanya.
Dia juga menolak prinsip beberapa ekonom yang mengatakan bahwa BI rate harus dijaga sekitar 1,5 persen poin di atas inflasi.
"Itu perhitungan zaman dulu. Kalau Fed rate sudah turun hingga 75 basis poin, BI rate juga harus turun minimal sama. Kalau disparitas inflasi di AS (3 persen) dan di Indonesia (sekitar 7,4 persen) adalah sekitar 4,4 persen, maka disparitas suku bunga juga seharusnya sama," katanya.
Sementara itu, ekonom Indef lainnya, Aviliani, mengemukakan insentif bagi sektor riil tidak hanya berupa penurunan suku bunga, tetapi juga pada regulasi.
Dikatakan oleh Aviliani, regulasi peraturan pemberian kredit bisa diperlonggar sehingga sektor riil terutama UKM bisa memperoleh pembiayaan. (*)
Copyright © ANTARA 2008