Jakarta (ANTARA) - Managing Director PT Rohde and Schwarz Indonesia, Erwin Sya'af Arief, didakwa menyuap mantan anggota Komsi I DPR dari fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi sebesar 911.480 dolar AS terkait penambahan alokasi anggaran di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

"Terdakwa Erwin Sya'af Arief bersama-sama dengan Fahmi Darmawansyah dan korporasi PT Merial Esa telah memberi uang sejumlah 911.480 dolar AS dari PT Merial Esa milik Fahmi Darmawansyah kepada Fayakhun Andriadi selaku anggota Komisi I DPR periode 2014-2019," kata jaksa penuntut umum (JPU) KPK Takdir Suhan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Tujuan pemberian suap itu adalah agar mengupayakan penambahan anggaran Bakamla untuk pengadaan proyek satelit monitoring dan drone dalam APBN-P 2016.

Baca juga: KPK koordinasi dengan POMAL tangani kasus suap Bakamla

Erwin sejak 2003 adalah managing director PT Rohde & Schwarz Indonesia yang merupakan perusahaan perwakilan Rohde & Schwarz Jerman.

Perusahaan itu menjual produk-produk di bidang test and measurement, secure communication, broadcasting, radio monitoring dan location finding selaku pabrikan (principal) di Indonesia.

Erwin juga merupakan teman Fayakhun yang menawarkan dukungan kepada Fayakhun untuk mendapatkan karir politik yang lebih baik di Partai Golkar dengan menjanjikan akan menunjang karir politiknya termasuk biaya politik yang diperlukan. Komisi I DPR juga adalah mitra kerja Bakamla.

Baca juga: KPK tahan tersangka kasus suap pembahasan APBN-P Bakamla

Selanjutnya pada Maret 2016, staf khusus perencanaan anggaran Bakamla Ali Fahmi Habsy menemui Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah dan staf operasional Merial Esa M Adami Okta. Habsyi menawarkan Fahmi mendapat proyek di Bakamla untuk APBN-P 2016 dengan syarat menyediakan commitment fee.

PT Merial Esa merupakan agen dari pabrikan PT Rohde & Schwarz Indonesia yang memiliki alat antara lain satelit komunikasi, sehingga Habsy menjanjikan akan mengontak Bakamla terkait rencana usulan anggaran tersebut.

Terkait perkara ini, sudah ada beberapa orang yang dijatuhi vonis yaitu Fayakhun Andriadi divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan.

Selanjutnya mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi dihukum 4 tahun 3 bulan penjara, mantan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo divonis 4,5 tahun penjara dan dipecat dari kesatuan militer.

Masih ada mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Nofel Hasal divonis 4 tahun penjara, Fahmi Darmawansyah divonis 2 tahun dan 8 bulan penjara. Muhammad Adami Okta dan Hardy divonis 1,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta dengan subsider 6 bulan kurungan bahkan sudah bebas dari penjara.
 

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019