Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah dijerat empat pasal UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pasal yang disangkakan adalah pasal 2 atau pasal 3 atau pasal 5 atau pasal 8 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johan Budi di Jakarta, Kamis.
KPK telah menetapkan Burhanuddin sebagai tersangka dan menahan yang bersangkutan di rutan Mabes Polri terkait kasus dugaan aliran dana BI ke sejumlah mantan pejabat BI dan anggota DPR.
Johan menegaskan, masih mungkin terjadi perubahan pasal yang disangkakan kepada orang nomor satu di bank sentral itu.
KPK memutuskan menahan Burhanuddin atas pertimbangan atau alasan subyektif dan obyektif.
"Alasan subyektif dan obyektif ada pada penyidik," kata Johan.
Alasan subyektif dan obyektif yang dimaksud adalah alasan kemungkinan tersangka menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, melarikan diri, dan terjerat pasal dengan ancaman lebih dari lima tahun.
KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus aliran dana Bank Indonesia, yaitu Gubernur BI Burhanuddin Abdullah, Direktur Hukum BI Oey Hoy Tiong, dan mantan Kepala Biro Gubernur BI, Rusli Simandjuntak, yang kini menjabat Kepala Perwakilan BI di Surabaya. Ketiga tersangka itu telah ditahan.
Berdasar laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kasus dana BI bermula ketika rapat Dewan Gubernur BI yang dipimpin Burhanuddin Abdullah mengeluarkan persetujuan untuk memberikan bantuan peningkatan modal kepada Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) senilai Rp100 miliar.
Oey menyerahkan dana YPPI sebesar Rp68,5 miliar kepada pejabat BI yang saat itu terjerat kasus hukum dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), yaitu Gubernur BI Soedrajad Djiwandono, Deputi Gubernur BI Iwan R Prawiranata, dan tiga Direksi BI, yaitu Heru Supraptomo, Hendro Budianto, dan Paul Sutopo.
Pada pemeriksaan di KPK, Oey mengaku menyerahkan uang tersebut kepada para mantan pejabat BI. Namun, Oey mengaku tidak tahu lagi ke mana uang tersebut setelah diserahkan kepada mereka.
Sedangkan uang senilai Rp31,5 miliar diberikan oleh Rusli Simandjuntak dan Aznar Ashari kepada panitia perbankan Komisi IX DPR periode 2003 untuk penyelesaian masalah Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan amandemen UU No 23 Tahun 1999 tentang BI.
Pada pemeriksaan di KPK, mantan ketua sub panitia perbankan Komisi IX DPR, Antony Zeidra Abidin, yang disebut menerima uang itu dari Rusli, membantah aliran dana tersebut.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2008