Bangkalan (ANTARA News) - Pengusaha rumah makan atau restoran yang ada di Kabupaten Bangkalan, Madura, Jawa Timur, mengeluhkan mahalnya pajak yang harus mereka bayar pada pemerintah setempat tiap bulan.

"Pasca tol jembatan Suramadu dioperasikan mekanisme pembayaran pajak untuk pengusaha rumah makan atau restoran berubah," terang salah seorang pengusaha rumah makan, Saniman Al Maduri, di Bangkalan, Jumat.

Saniman menjelaskan, sebelum tol jembatan Suramadu dioperasikan biaya pajak rumah makan tergolong murah. Setiap pengusaha rumah makan dikenakan pajak 10 persen dari keuntungan setiap harinya sesuai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2008.

"Jika mendapatkan untung Rp100 ribu per hari, maka pajak yang harus dikeluarkan pengusaha rumah makan Rp10 ribu per hari. Kalau sebulan total pajak yang harus dibayar Rp300 ribu," ungkapnya.

Namun, sambung Saniman, sekarang mekanisme biaya pajak berubah. Bila sebelumnya 10 persen dari keuntungan, tapi saat ini tidak demikian. Pengusaha rumah makan harus menyisihkan 10 persen dari pendapatan kotor per hari.

"Kalau mendapatkan uang kotor sebesar Rp200 ribu per hari maka pajak yang harus dibayar Rp20 ribu dalam sehari. Jika satu bulan maka pajak yang harus dibayarkan Rp600 ribu," ucapnya.

Padahal, ujar Saniman, uang kotor tersebut masih harus untuk membeli bahan baku seperti beras, ikan, dan rempah-rempah. Serta tagihan listrik dan gaji karyawan. Sehingga dengan model 10 persen dari omzet per harinya, sangat memberatkan para pengusaha restoran.

"Terus terang Mas, jika model seperti ini terus diberlakukan dan tidak ada solusinya maka akan banyak pengusaha rumah makan yang gulung tikar. Sebab, kami tidak mendapatkan apa-apa. Padahal, keberadaan kami sangat membantu Pemkab setempat," ungkapnya.

Ia menambahkan, seperti membuka lapangan pekerjaan bagi warga yang membutuhkannya. Bahkan, pengusaha restoran banyak memakai tenaga sekitar yang berasal dari kalangan keluarga tidak mampu.

Hal senada juga dikatakan pengusaha rumah makan lainnya, Matus. Ia menyatakan, pajak bagi pengusaha rumah makan terasa mencekik. Pasalnya, biaya yang harus dikeluarkan terlalu besar.

"Dulunya pajak untuk restoran tidak sebesar sekarang Mas, tapi setelah tol jembatan Suramadu dioperasikan biaya pajak yang harus saya keluarkan sangat tinggi," ungkap Matus.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009