Kuala Lumpur (ANTARA News) - Pemerintah Malaysia berjanji akan mempercepat penyelesaian hukum kasus penyiksaan pembantu rumah tangga (PRT) dengan langsung membentuk kelompok kerja.

Janji tersebut diungkapkan pada pertemuan antara Menakertrans Indonesia, Muhaimin Iskandar, dengan Mendagri Malaysia, Hishamuddin Onn, dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, Subramaniam, di Kuala Lumpur, Kamis sore.

"Ada dua kesepakatan penting dalam pertemuan tadi, yakni pemerintah Malaysia akan mempercepat penyelesaian kasus-kasus penyiksaan pembantu Indonesia dengan dibentuk `task force` dan sudah mulai bekerja esok," kata Menakertrans Muhaimin Iskandar usai pertemuan itu, yang berlangsung di gedung parlemen Malaysia, Kuala Lumpur.

"Malaysia akan menjemput bola jika ada penyiksaan pembantu Indonesia dan segera menyelesaikan persoalannya," ujar Muhaimin.

Hasil penting lainnya ialah kedua negara sepakat untuk mempercepat penandatanganan MOU mengenai rekrutmen dan penempatan serta perlindungan tenaga kerja wanita Indonesia di Malaysia.

"Di mana dalam MOU itu disepakati bahwa paspor itu dipegang pekerja Indonesia, pembantu dapat libur satu hari setiap minggu, ada Pokja bersama untuk melakukan monitor terhadap kesepakatan yang telah dicapai dan realisasinya," ujar Muhaimin.

"Hanya tinggal satu masalah yang belum tercapai sehingga MOU itu belum ditandatangani kedua negara, ialah tentang biaya rekrutmen pembantu. Ini yang menjadi fokus pembicaraan bilateral dalam waktu dekat ini di Malaysia," kata Cak Imin, panggilan akrab Muhaimin Iskandar.

Sepanjang MOU baru untuk merevisi MOU tahun 2006 belum ditandatangani, maka Indonesia akan tetap menghentikan sementara pengiriman pembantu ke Malaysia mulai 26 Juni 2009.

"Jika MOU disepakati dan ditandatangani maka moratorium penghentian pengiriman PRT ke Malaysia bica dicabut," katanya.

Sementara itu, Mendagri Malaysia Hishammuddin Onn mengatakan, untuk merealisasikan kesepakatan kedua negara dalam MOU itu tidak harus menunggu amandemen UU Ketenagakerjaan Malaysia.

Sebelumnya, ia selalu mengatakan penerapan libur satu hari setiap minggu dan paspor dipegang TKI dapat berjalan jika Malaysia mengamandemen UU Ketenagakerjaan dan Imigrasi. "Untuk melaksanakannya cukuplah dengan `political will` bersama dan atas hubungan baik kedua negara bertetangga dan serumpun," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009