Jakarta (ANTARA News) - Pakar hukum dan kriminolog Universitas Indonesia, Adrianus Meliala, menyatakan, meskipun Polri merupakan lembaga penegak hukum pertama kali yang mereformasi diri sejak 1999, tetapi institusi ini memiliki empat masalah kronis.

"Pertama, masalah kronis yang ditinggalkan era `polisi sebagai militer` terlalu banyak. Sampai sekarang, aspek kultur dan perilaku (militer) itu masih belum 100 persen selesai," katanya kepada ANTARA, di Jakarta, Jumat.

Ia mengatakan itu, menanggapi berbagai komentar tentang mendesaknya reformasi total di tubuh Polri dan lembaga penegakkan hukum lainnya.

"Masalah kedua, adalah program reformasi (yang dijalankan Polri) kerap berjalan tidak sistematis, tidak tuntas dan bagi yang sudah pernah dibuat, tidak pernah dievaluasi lagi," ungkapnya.

Ketiga, lanjutnya, kecepatan perubaan tidak sama di setiap fungsi atau satuan kerja (Satker). "Misalnya fungsi reserse dikenal sebagai yang paling sedikit dan susah perubahannya. Lalu, fungsi lalu lintas (Lantas) dan Brigade Mobil (Brimob) malah maju pesat," ujarnya.

Terakhir, masalah keempat, adalah reformasi tergantung ada tidaknya perwira tinggi yang mau dan mampu menjadi `champion` perubahan. "Hal mana jumlahnya tidak banyak di Polri," ungkapnya lagi.

Adrianus Meliala menyatakan dengan tegas, amat salah jika ada yang mengatakan, reformasi Polri harus dilakukan atau menyebut tidak ada reformasi di Polri.

"Justru Polri adalah lembaga pertama kali yang mereformasi diri sejak 1999 dan paling banyak perubahannya dibanding lembaga-lembaga penegak hukum dan lembaga-lembaga keamanan lainnya di Indonesia," tandasnya.

Ia lalu menunjuk pengakuan-pengakuan internasional dan nasional yang sudah banyak masuk setelah melihat kemajuan reformasi di tubuh Polri itu.

"Namun memang, seperti saya katakan tadi, ada masalah-masalah krusial masih perlu diatasi," ujar Adrianus Meliala lagi. (*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009