Surabaya (ANTARA News) - Spesialis Komunikasi Program Air Bersih dan Sanitasi Bank Dunia, Yosa Yuliarsa, mengatakan bahwa 50.000 anak-anak berusia di bawah lima tahun di Indonesia setiap tahun meninggal karena penyakit seperti diare yang disebabkan air dan sanitasi buruk.

"Jumlah ini terbilang besar," katanya dalam lokakarya tentang air dan sanitasi yang diadakan Bank Dunia dan diikuti instansi pemerintah dan pers dari Indonesia, Filipina, dan Laos di Surabaya, Jawa Timur, Selasa.

Bahkan, katanya, dari sisi ekonomi, Indonesia mengalami kerugian sebesar Rp58 triliun per tahun karena kondisi sanitasi yang buruk tersebut.

Untuk itu, pihaknya mengajak media massa di dalam negeri turut aktif dalam menyebarluaskan informasi terkait dengan perbaikan mutu air dan sanitasi.

Sementara itu, Indonesia menduduki peringkat tiga di dunia untuk penduduk yang melakukan buang air besar (BAB) sembarangan setelah China dan India.

"Ada 70 juta orang Indonesia yang melakukan BAB sembarangan," kata Direktur Permukiman dan Perumahan Bappenas, Oswar Mungkasa.

Dalam acara yang juga dihadiri staf komunikasi Bank Dunia dari AS, Christopher M. Walsh, ia mengatakan, di India ada 560 juta penduduk yang melakukan BAB sembarangan, sedangkan di China ada 670 juta orang yang melakukan BAB sembarangan.

"Tindakan BAB sembarangan itu menyebabkan kerugian Rp56 triliun per tahun. Angkanya dihitung dari orang produktif yang sakit, gaji yang hilang, biaya rumah sakit, biaya pengobatan, dan dikalikan dengan pendapatan per kapita," katanya.

Selain penyakit diare, muntaber, dan sejenisnya, katanya, BAB sembarangan juga menyebabkan puluhan sungai di Jawa, Sumatra, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh bahan organik dan zat amonium.

Pada tahun 2015, Indonesia mencanangkan target program air bersih akan tercapai 63 persen dan sanitasi 58 persen, namun sekarang masih tercapai 59 persen untuk air bersih dan 69 persen untuk sanitasi.

"Program sanitasi mungkin sudah melampaui target, tapi program sanitasi seperti jamban yang berkualitas hanya 40 persen, karena jamban milik masyarakat umumnya masih dibuang langsung ke sungai atau bukan mirip septic tank," katanya.
(N004/H-KWR/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010