Jakarta (ANTARA News) - Ilham Habibie, putra sulung mantan Presiden BJ Habibie, meraih suara terbanyak dalam pemilihan anggota presidium ICMI dan berbagai harapan kepadanya pun muncul termasuk dari Ginandjar Kartasasmita yang mengharapkan Ilham bisa mengembalikan kejayaan ICMI.

Harapan itu bukan hanya karena Ilham penyandang nama Habibie tetapi dia dikenal pula sebagai tokoh muda produktif yang kompetensinya "membumi" dan sekaligus mampu merangsang munculnya tokoh muda lainnya sebagai calom pemimpin nasional.

Berikut wawancana khusus ANTARA dengan Ketua Dewan Pakar ICMI periode 2004-2009 Ginandjar Kartassamita di Jakarta, Rabu.

ANT: Apa tanggapan anda atas keberhasilan Ilham Habibie meraih suara terbanyak sebagai anggota Presidium ICMI?

GK: Saya sangat bangga dan gembira bahwa ICMI memilih Ilham Habibie menjadi anggota Presidium ICMI, dengan suara terbanyak. Kata kuncinya adalah "suara terbanyak".

Dia mengalahkan tokoh-tokoh besar ICMI, yang telah malang melintang dalam komunitas ICMI. Bahkan mengalahkan orang politik yang menduduki jabatan tinggi di partai, dan di pemerintahan serta di parlemen, seperti Zulkifli Hasan, mantan sekjen PAN yang sekarang menjabat Menteri Kehutanan.

Dia sama sekali tidak masuk. Dan juga Priyo Budi Santoso, salah seorang Ketua DPP Partai Golkar, yang juga Wakil Ketua DPR, yang masuk tapi hanya diurutan keempat dibawah, selain Ilham juga Nanat Fatah Natsir, Rektor UIN Bandung dan Marwah Daud Ibrahim, mantan anggota DPR dari Golkar. Selamat datang Ilham.

ANT: Apa yang signifikan dari kemenangan Ilham? Apakah karena dia menyandang nama Habibie?

GK: Mungkin ya, tapi hanya sebagian saja. Raihan suara Ilham membuktikan bahwa Pak Habibie masih tokoh utama ICMI. Ilham bisa dipandang sebagi proxy-Habibie. Belum ada tokoh yang menandingi Pak Habibie bagi ICMI. Tapi selain itu saya kira ada faktor lain yang lebih besar.

ANT: Faktor lain apa saja?

GK: Beberapa hal diantaranya, pertama, masyarakat mendambagakan tokoh yang konkret, yang bisa berkontribusi nyata bagi pembangunan bangsa. Bukan hanya dengan pidato dan retorika politik.

Ada kesadaran yang makin kuat akan perlunya tokoh yang kompetensinya membumi, bukan hanya berwacana. Kedua, apa yang terjadi di Bogor itu menunjukkan rakyat mendambakan seorang tokoh muda.

ANT: Tetapi kenapa Ilham?

GK:
Karena pemimpin masa depan harus mampu membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Apa kunci daya saing? Teknologi. Bukan cuma pintar bicara di media.

Yang eksis hanya di belakang meja atau corong televisi. Tidak pernah bekerja di bidang yang produktif. Ketiga, Ilham bisa merangsang persaingan diantara tokoh-tokoh muda, untuk menjadi calon pimpinan nasional 2014, atau kalau tidak cukup waktu, tahun 2019.

Tokoh-tokoh profesional yang substansial harus tampil menjadi tokoh politik. Urusan negara terlalu rumit, kalau mengandalkan pada politisi yang hanya politikus.

ANT:
Maksudnya?

GK: Lihat Bung Karno, Bapak Kemerdekaan ini adalah seorang insinyur. Pak Djuanda, yang pada 13 Desember 1957 mendeklarasikan prinsip yang kemudian jadi Wawasan Nusantara, yang kita kenal sebagai Maklumat Djuanda.

Sekarang prinsip itu sudah jadi kesepakatan dunia, dengan UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB-red). Beliau juga seorang insinyur.

ANT: Lalu apakah Ilham harus melakukan hal yang sama dengan mereka?

GK: Untuk Ilham, jangan pikirkan itu. Biarlah mengalir secara alamiah. Sekarang konsentrasi saja dengan ICMI. Sekarang memimpin ICMI agar betul-betul menjadi organisasi cendekiawan, yang bersifat arif dan cendekia.

Kita harapkan Ilham dapat mengembalikan kejayaan ICMI pada waktu zaman ayahnya. Tapi dalam lingkungan sosial politik yang berbeda. Tantangannya jauh lebih besar. Tapi setiap generasi diharapkan bisa lebih baik dan lebih maju dari generasi sebelumnya.

(F004/A011/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010