Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menertibkan 8.000 izin untuk perusahaan pertambangan yang masih tumpang tindih terkait implementasi Undang-Undang N0 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

"Soal izin yang tumpang tindih harus ditertibkan, tadi dilaporkan dari 8.000 izin, ada 6.000 yang tumpang tindih. Tadi kita sepakat akan dibentuk satu tim untuk mengatasi itu," ujar Menko Perekonomian Hatta Rajasa seusai rapat koordinasi di Jakarta, Senin.

Ia menambahkan tim tersebut akan berada di bawah Kementerian ESDM melalui koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri.

Hatta menjelaskan permasalahan tumpang tindih perizinan tersebut selain dapat mengurangi penerimaan negara, juga dapat mengganggu keseimbangan lingkungan di wilayah sekitar pertambangan.

"Intinya kita tidak ingin lingkungan kita rusak, kita ingin laporan kerja, kita ingin tingkat penerimaan negara, tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah (meningkat) tapi kita tidak ingin kerusakan lingkungan," ujarnya.

Ia mencontohkan permasalahan perizinan yang sering terjadi adalah adanya perusahaan yang telah diberikan izin untuk melakukan kegiatan pertambangan oleh pemerintah daerah, namun izin tersebut dapat dialihkan kepada perusahaan lain apabila pemimpin daerah di wilayah tersebut berganti.

"Misalnya ada izin diberikan pada perusahaan A entah karena ganti bupati atau entah apa diberikan kepada perusahaan B, ribut. Ada lagi Hutan Tanaman Industri (HTI), ada tambang yang diberikan izin (untuk) dua-tiga perusahaan, ini terjadi," ujar Hatta.

Menteri Keuangan Agus Martowardojo memastikan akan ada 8.000 perizinan yang memerlukan verifikasi dan audit untuk menyakinkan semua perusahaan pertambangan tersebut telah beroperasi dengan menjaga lingkungan serta taat azas terhadap peraturan sehingga amanat UU Minerba dapat tercapai.

"Oleh karena itu kita bahas tadi dan akan ditindaklanjuti dalam bentuk tim yang kongkrit mengeluarkan policy untuk memastikan semua bisa terpenuhi," ujarnya.

Selain itu, penertiban perizinan tersebut diharapkan dapat bermanfaat terhadap penerimaan negara karena penerimaan pajak dapat lebih ditertibkan.

"Kita tidak ingin upaya untuk mencapai apa yang diamanatkan UU Minerba tidak tercapai, dan kita tidak ingin ada kewajiban kepada negara dalam bentuk membayar misalnya sewa tanah, membayar royalti dan pajak itu tidak tertib, kita malah khawatir ada ekspor yang tidak tertib dalam arti ilegal," ujarnya.

Menkeu mengharapkan dengan adanya penertiban ini, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dapat lebih efektif sehingga memunculkan kepastian hukum dan perusahaan pertambangan dapat ikut mengembangkan industri hilirisasi.

"Kita memerlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah khususnya untuk meyakinkan taat azas pelaku usaha minerba dalam aspek menjaga lingkungan dan menjaga kewajiban terhadap negara dilakukan dengan baik," ujarnya.

Ia menjelaskan dengan adanya kebijakan ini penerapan UU Minerba diharapkan dapat lebih terukur dengan kebijakan dan program aksi yang teratur sehingga dapat memberikan nilai tambah dan menjaga lingkungan serta masyarakat.
(S034/S022)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011