... resesi di Jepang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi negeri itu selama dua kuartal turun dan data manufaktur China yang melemah menimbulkan kekhawatiran atas ekonomi regional Asia.
Jakarta (ANTARA News)- Pengamat ekonomi, Irfan Kurniawan, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Asia akan melambat, karena raksasa ekonomi dunia China berusaha mengetatkan likuiditasnya dalam upaya menahan pertumbuhan ekonomi yang makin tinggi.

Hal ini terlihat dari data manufaktur China yang terus mengalami penurunan meski diperkirakan tren ini hanya akan bersifat sementara, kata Irfan Kurniawan, yang juga analis PT First Asia Capital itu, di Jakarta, Selasa.

Irfan mengatakan, China merupakan motor penggerak ekonomi dunia menyingkirkan negara adidaya, Amerika Serikat dan kawasan Eropa yang saat ini dilanda krisis utang.

Namun tingginya pertumbuhan ekonomi China menimbulkan kekhawatiran inflasi yang tinggi di negara tirai bambu itu, katanya.

Menurut dia, belum bangkitnya ekonomi AS dan kawasan Eropa sebenarnya menimbulkan keuntungan bagi negara-negara di Asia terutama Indonesia, karena investor asing akan lebih suka masuk ke pasar domestik.

Selain ekonomi Indonesia yang terus tumbuh, tingkat suku bunga acuan yang saat ini cukup tinggi jauh dibanding suku bunga AS dan Jepang juga merupakan daya tarik buat investor asing masuk ke pasar Indonesia.

Namun, lanjut dia, resesi di Jepang mengakibatkan pertumbuhan ekonomi negeri itu selama dua kuartal turun dan data manufaktur China yang melemah menimbulkan kekhawatiran atas ekonomi regional Asia.

"Kami optimis pelambatan ekonomi yang terjadi di kedua negara itu hanya sementara," ujarnya.

Irfan menegaskan ekonomi Indonesia masih tetap positif, apalagi pemerintah akan meningkatkan pengeluaran belanja modalnya dalam upaya mendorong ekonomi tumbuh lebih besar.

Pemerintah diharapkan akan meningkatkan belanja modal yang sebelumnya hanya 6,8 persen meningkat menjadi 15 persen dari total anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011