Bogor (ANTARA News) - Hasil penelitian kepada masyarakat perlu dikomunikasikan secara bijak dan hati-hati karena belum tentu bahasa ilmiah yang digunakan peneliti dipahami oleh publik, kata seorang peneliti senior.

"Saya selalu menyarankan untuk berhati-hati mengkomunikasikan hasil penelitian ke publik, khususnya soal pangan. Jangan sampai misleading," kata Peneliti senior dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Purwiyatno Hariyadi PhD, Kamis.

Direktur Southeast Asia Food Science and Technology Center (Seafast) itu mengatakan, tidak akan menjadi masalah jika publikasi hasil penelitian tersebut hanya sebatas di jurnal ilmiah karena pengakses umumnya adalah kalangan ilmiah juga.

"Berbeda halnya jika dipublikasikan ke masyarakat awam, kalau tidak hati-hati bisa dipahami dengan cara berbeda," katanya.

Oleh karena itu, media berperan besar untuk menjelaskan secara gamblang posisi studi yang dilakukan itu.

Terkait polemik mengenai hasil penelitian IPB tentang kontaminasi bakteri Enterobacter sakazakii dalam susu formula yang dirilis IPB, Purwiyatno mengatakan, peneliti IPB tersebut sudah melakukan hal yang luar biasa.

"Sayang sekali hasil penelitian yang luar biasa itu diterima secara buruk oleh publik. Mungkin saja cara mengkomunikasikannya yang perlu dibenahi," katanya.

Menurut dia, penelitian tersebut terbilang luar biasa karena peneliti sudah memberi peringatan kepada BPOM jauh sebelum Codex menyatakan bahwa susu formula harus bebas E. sakazakii.

Karena hasil penelitian itu juga, BPOM segera mengadopsi ketentuan Codex yang ditetapkan pada Juli 2008 itu, untuk keamanan pangan bagi masyarakat.

Hasil penelitian itu juga sudah dipublikasikan dalam dua jurnal internasional setelah melalui pengujian oleh peer review dari orang-orang yang bergerak di bidang itu.

"Publikasi di jurnal ilmiah, apalagi itu jurnal internasional, merupakan bentuk pertanggungjawaban tertinggi dalam masyarakat ilmiah," tegasnya.

Sementara itu mengenai tuntutan masyarakat kepada IPB untuk mengumumkan merek susu formula yang terkontaminasi bakteri tersebut, Purwiyatno mengatakan, publikasi nama responden dalam suatu penelitian berlawanan dengan etika akademis dan akan menyulitkan peneliti.

"Pada akhirnya responden dan calon responden enggan menjadi sampel dalam penelitian-penelitian berikutnya karena mereka khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya.

Sebelumnya Wamendiknas Fasli Jalal juga mengakui bahwa pembukaan data responden berlawanan dengan kaidah dan etika penelitian akademik karena dalam kode etik akademik penelitian, data responden tidak boleh diumumkan, yang boleh diumumkan hanya hasil penelitiannya saja.
(S022)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011