Pembahasan di kampus seperti ini akan dengan jernih bisa melihat keterkaitan dengan segala aspek.
Kabupaten Bogor (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melibatkan mahasiswa IPB University sebagai agen perubahan iklim lewat program Pesona Kampus Hijau, demi membentuk generasi ramah lingkungan.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar di IPB University Bogor, Jawa Barat, Rabu, mengatakan kegiatan ini merupakan salah satu upaya penyebarluasan informasi dan apresiasi kepada seluruh pihak, terkait upaya-upaya yang telah dilakukan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia. Dengan tema Keberhasilan Indonesia dalam Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan.

Menurut Siti Nurbaya, kegiatan ini juga relevan dan komplementer dengan prakarsa IPB University, atas penghargaan kepada para pihak di tingkat lapangan dalam upaya dan kerja penanganan karhutla.

“Yang kita tahu seperti menjadi tantangan berat yang selalu hadir tiap tahun dan menjadi agenda nasional yang tidak boleh luput dari perhatian barang sekejap pun,” ujar Siti Nurbaya dalam sambutannya.

Baca juga: IPB meluncurkan SIPP kebakaran hutan

Baca juga: Menteri LHK-Rektor IPB bahas teknologi konservasi satwa liar


Secara substansial, Siti Nurbaya mengatakan prakarsa IPB University khususnya Fakultas Kehutanan, sangat penting, mengingat banyak tokoh dari IPB University terus mengawal pembangunan sektor kehutanan dan lingkungan.

“Fahutan IPB lebih spesifik saya perlu menyebutkan Prof Bambang Hero dan Prof Nares, Prof Basuki Wasis, Prof Dodik, saya menyampaikan ucapan terima kasih atas kerja terus-menerus mengawal pembangunan sektor kehutanan dan lingkungan hidup di segala aspek, terutama, kebakaran hutan dan lahan, manajemen tata kelola hutan dan kawasan, termasuk karbon hutan,” ujarnya.

Dalam kegiatan ini, Siti Nurbaya memberi catatan menyangkut dua hal. Pertama, terkait dengan penajaman hubungan kausalitas antar kebijakan pada suatu persoalan, yakni persoalan kebakaran hutan.

Termasuk hubungannya dengan penggunaan lahan (land use), tata kelola gambut, tata kelola lahan, pola tanam dan kalender tanam, tanggung jawab pemegang ijin, pengamanan kawasan hutan dari kerusakan, teknik kultivasi atau budidaya pada land form dan land system yang tepat, tata kelola air pada tingkat lapangan (water management at farm level) relevansi sosial masyarakat karena asap, partisipasi publik, penegakan hukum, bahkan hubungan internasional.

“Gambaran terakhir tentang EUDR (European Union Deforestation Regulation) yang masih terus kita hadapi hingga saat ini, serta masih banyak aspek yang bisa terkait. Pembahasan di kampus seperti ini akan dengan jernih bisa melihat keterkaitan dengan segala aspek,” ucapnya.

Kedua, Siti Nurbaya menyebut, terkait dengan eksplorasi teknik dan metode yang terus dilakukan, baik teknik manajemen sarana prasarana dan dukungan seperti tata kelola gambut dan hidrologi, tinggi muka air tanah atau water table, dan bahkan hingga teknik modifikasi cuaca untuk mengatur curah hujan atau rainfall, dan lainnya.

“Semua yang saya sebutkan itu pergolakan diskursusnya ada di kampus, karena di kampus inilah gudangnya ilmu. Topik kebakaran hutan dan lahan adalah salah satu bagian dari pekerjaan yang sarat dengan ilmu pengetahuan dan membutuhkan teknik dan keilmuan yang cukup,” ucapnya.*

Baca juga: IPB: Klaim kawasan hutan jangan hambat peremajaan sawit rakyat

Baca juga: Guru Besar IPB sebut UU ITE bisa dikenakan terhadap Greenpeace


Pewarta: Shabrina Zakaria
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024