Jakarta, 18/3 (ANTARA) - Juru bicara Kementerian Luar Negeri Michael Tene mengatakan bahwa Indonesia akan mengikuti resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa terhadap Libya, termasuk pemberlakuan wilayah larangan terbang.

"Sesuai dengan piagam Perserikatan Bangsa Bangsa, keputusan yang diambil PBB tentunya mengikat, dan Indonesia sebagai negara anggota, tentunya megikuti hasil kesepakatan tersebut," kata Michael dalam jumpa pers di Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat.

Dewan Keamanan PBB telah menyepakati sebuah resolusi guna menghentikan serangan pasukan Muamar Gaddafi terhadap pasukan pemberontak di Libya.

Elemen-elemen yang terkandung dalam resolusi tersebut meliputi penguatan embargo senjata, penyitaan aset-aset, perlindungan terhadap warga sipil, pengupayaan gencatan senjata, serta mengijinkan "semua tindakan seperlunya" untuk melindungi tempat-tempat sipil.

Sementara terkait keselamatan WNI yang masih berada di Libya pasca diputuskannya resolusi PBB itu, Michael menegaskan bahwa pemerintah melalui Kemenlu dan Kedutaan Besar Indonesia di Tripoli terus memantau perkembangan terkini di negara yang bergejolak itu, sekaligus keadaan WNI di sana.

"Kita akan terus mengikuti perkembangan yang ada, melakukan langkah-langkah sesuai perkembangan tersebut, dengan mengedepankan keselamatan warga negara kita," kata Michael.

Menurut Michael, telah tercatat 839 warga negara Indonesia yang dievakuasi dari Libya, sementara sejumlah 515 orang telah dipulangkan ke Indonesia setelah sebelumnya diungsikan sementara ke Tunisia.

"Secara umum, hampir semuanya telah kembali ke Indonesia," kata Michael, seraya menambahkan bahwa masih ada staf dari Kedutaan Besar Indonesia yang tinggal di sana, serta sekitar 100 orang lagi tenaga kerja Indonesia.

"Namun semua dapat terpantau keberadaannya," tegasnya.

Para pemberontak Libya yang menyambut baik resolusi PBB itu karena pasukan Gaddafi tidak akan bisa melancarkan serangan udara terhadap mereka, sementara warga pro-pemerintah menganggap hal tersebut sebagai intervensi urusan dalam negeri Libya, menurut laporan beberapa kantor berita.

Libya masih dilanda gejolak politik yang telah berubah menjadi "perang saudara" berdarah selama beberapa pekan terakhir, dengan jumlah korban tewas akibat bentrokan bersenjata diperkirakan terus meningkat.

Gelombang evakuasi massa dari sejumlah negara telah menghasilkan eksodus lebih dari 200.000 orang dari negara itu, menurut laporan kantor berita AFP.

(KR-PPT/S019/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011