Pamekasan (ANTARA News) - Sumpah merupakan salah satu cara yang paling efektif mencegah isu santet di kalangan masyarakat, seperti yang terjadi di Desa Jambringin, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Sabtu.

"Ada keyakinan di kalangan masyarakat bahwa sumpah adalah kunci dari bebenaran sejati," kata Kepala Desa Jambringin, Djunaidi.

Sebanyak tujuh warga Desa Jembringin, Sabtu disumpah oleh warga setempat karena diduga memiliki "ilmu santet". Yakni sejenis ilmu magi yang digunakan oleh pelakunya untuk mencelakai orang lain.

Tujuh warga itu masing-masing Abdus Syafik, Munawwar, Juli, Salli, Bardi, Musili dan Haji Mansur. Mereka dicurigai warga memiliki ilmu santet menyusul adanya sejumlah warga di wilayah itu yang meninggal dunia dengan cara tidak wajar.

Sumpah massal tujuh warga Desa Jambringin ini digelar di salah satu rumah warga warga dan dipimpin oleh kiai sepuh di wilayah Kecamatan Proppo, yakni KH. Ali Karrar Sinhaji.

Sebelum memimpin pengucapan sumpah ketujuh warga yang diduga memiliki ilmu santet tersebut, Kiai Karrar terlebih dahulu memberikan wejangan akan dampak yang akan dihadapi orang yang bersumpah apabila nantinya mengingkari sumpahnya.

"Ada lima hal akibat sumpah jika diingkari oleh orang bersumpah," kata Kiai Karrar.

Pertama, kata dia, yang bersangkutan tidak akan selamat di akhirat kelak, karena telah mengingkari ucapan pernyataan atas nama Allah. "Yang kedua dia tidak akan mendapatkan rahmat Allah, dan hidupnya akan sengsara," katanya.

Di akhirat kelak, sambung dia orang yang bersumpah palsu akan mendapatkan siksaan yang sangat berat dan akan selamanya berada di dalam api neraka. "Jadi tolong perhatikan itu," ucap KH Ali Karrar.

Hanya saja, jika tudingan itu tidak benar, maka warga yang menuding itulah nantinya yang akan merasakan dampaknya. "Balik sumpah namanya," terang Ali Karrar.

Ia menjelaskan, balik sumpah merupakan balasan kepada warga menuduh seseorang yang sudah disumpah, tapi tuduhannya tersebut tidak benar, sehingga orang yang menuduh tersebut akan mendapatkan dampak yang sama, sebagaimana orang yang mengingkari sumpah.

Usai memberikan pengarahan, Kiai pengasuh pondok pesantren Darud Tauhid di Desa Lenteng, Kecamatan Proppo ini selanjutnya memanggil satu persatu warga yang hendak bersumpah, karena diduga memiliki ilmu santet tersebut.

Satu persatu warga yang diduga memiliki ilmu santet ini mengucapkan kalimat sumpat yang dipandu langsung oleh KH Ali Karrar Sinhaji.

Seorang santri bertugas memegang Al Qur an diatas kepala warga orang yang disumpah, saat yang bersangkutan mengucapkan kalimat sumpah yang dipandu oleh tokoh ulama itu.

Direktur Central of Religion and Political Studies (Centries) Sulaisi Abdurrazak menilai, penyelesaian isu santet efektif melalui sumpah, karena sumpah diyakini sebagai satu-satunya cara untuk menguak ketabuan dunia "mistisisme".

"Kondisi seperti ini biasanya memang terjadi di kalangan atau kelompok masyarakat yang memahami sesuatu melalui pendekatan mistis pula," katanya.

Isu santet, sambung dia, umumnya memang berkembang di kalangan masyarakat memahami agama melalui pendekatan mistis. Tapi tidak pada masyarakat yang memahami melalui pendekatan akal.

"Tapi jika hal itu memang menjadi soluasi alternatif dalam menyelesaikan persoalan semisal isu santet, saya kira tidak masalah. Karena tingkat pemahaman keagamaan itu kan sesuai dengan tingkat kapasitas keilmuan, serta cara pendekatan yang kita gunakan dalam beragama," kata Sulaisi Abdurrazak .
(ANT/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011