Jakarta (ANTARA News) - Mantan Panglima ABRI, Jenderal TNI Purnawirawan H Wiranto mengimbau Pemerintah beserta aparat keamanan, agar segera mengakhiri situasi yang ditetapkan sebagai "siaga satu", karena tak baik bagi citra Negara.

"Bagi saya, lebih baik cegah agar tak masuk `siaga satu`. Karena ini secara jangka panjang berdampak pada investasi (asing) ke kita, juga mengganggu perdagangan dan pariwisata pada jangka pendek," katanya di Jakarta, Sabtu.

Ia mengatakan itu kepada pers, ketika dia selaku Ketua Umum DPP Partai Hanura usai memberi pengarahan pada Pembukaan Rapat Pemantapan Program Pemenangan Pemilu yang digelar Bappilu partai tersebut.

"Memang saya akui, masyarakat kini merasa terancam karena teror bom di mana-mana, kriminalitas merajela, narkoba terus marak. Itu merupakan bagian dari kegagalan suatu rejim untuk mengamalkan amanat Pembukaan UUD yang jadi tugas utamanya," tandasnya.

Makanya, Wiranto mendesak Pemerintah perlu kerja ekstra, jangan biarkan negeri ini selalu masuk siaga satu, malah secara nasional lagi.

"Setelah menghadapi banyaknya ancaman teror bom, aksi-aksi kriminalitas berupa perampokan sadis, penculikan, maraknya peredaran Narkoba, mungkin saja pemerintah ini menganggap `siaga satu` bisa jadi salah satu solusi untuk laksanakan amanat UUD," katanya.

Tetapi bagi Wiranto, solusi paling tepat, ialah mencegah agar tidak perlu masuk situasi `siaga satu`.

"Itu tadi, ini banyak berpengaruh kepada citra bangsa. Seolah ini negeri sangat tidak aman untuk investasi, perdagangan maupun turisme dan lain sebagainya," ujarnya.

Namun, menurutnya, karena sudah terlanjur menetapkan `siaga satu`, secepatnya harus diselesaikan.

"Segera diakhiri. Lakukan yang terbaik bagi masyarakat bangsa kita. Lihat saja sekarang, tenaga kerja kita tak aman di luar negeri, lalu di Somalia ABK kita ditawan. Ini kan perlu atensi serta tindakan nyata secepatnya dan tegas," tandasnya.

Ia minta, semua ini jangan diambangkan, agar kita jangan dicap lemah.

"Sudah terlalu lama banyak soal dibiarkan," kata Wiranto lagi.(*)
(M036/a014)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011