Uang jutaan dolar yang akan dikucurkan ke negara-negara miskin nanti diperuntukkan kepada siapa, ini yang belum jelas,"
Palu (ANTARA News) - Deputi Wahana Lingkungan Hidup Sulawesi Tengah, Ahmad Pelor mengatakan, skema peruntukan anggaran dari pendapatan kompensasi karbon dari negara-negara maju untuk menekan emisi melalui implementasi program "Reducing Emission from Deforestation and Degradation (REDD)" di Indonesia belum jelas.

"Belum jelas skema REDD kita. Uang jutaan dolar yang akan dikucurkan ke negara-negara miskin nanti diperuntukkan kepada siapa, ini yang belum jelas," kata Ahmad Pelopor dalam diskusi bersama media di Palu, Rabu.

Diskusi tersebut melibatkan sejumlah wartawan di daerah ini. Aktivis lingkungan hidup yang tergabung dalam Kelompok Kerja Pantau REDD juga menerima masukan dari wartawan.

Di Sulteng terdapat lima wilayah kabupaten yang direncanakan akan menjadi tapak REDD melalui program inisiasi dari tiga lembaga PBB yakni UNEP, UNDP, dan FAO.

Lima kabupaten tersebut memiliki hutan lindung seperti Kabupaten Sigi yang memiliki Taman Nasional Lore Lindu. Wilayah tersebut akan menjadi proyek percontohan untuk persiapan implementasi REDD tahun 2012 mendatang.

Ahmad mengatakan, sejauh ini belum diketahui secara pasti bagaimana pengelolaan dana yang akan dikucurkan ke negara-negara berkembang sebagai negara penghasil oksigen.

"Apakah anggaran itu nantinya dikucurkan ke masyarakat yang bermukim di sekitar hutan, kita belum tahu," katanya.

Menurut dia, salah satu yang juga bisa menghambat implementasi REDD adalah masih banyaknya tata batas hutan yang belum jelas. Dia mengatakan, rata-rata lokasi yang dijadikan kawasan konservasi tata batasnya bermasalah.

Masyarakat yang sebelumnya berada di wilayah tersebut dibatasi wilayah kelolanya hanya karena alasan konservasi. Dia mencontohkan kasus yang terjadi di Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), berada di tiga wilayah administratif yakni Kabupaten Poso, Sigi dan Donggala.

Di TNLL telah terjadi pencaplokan lahan oleh masyarakat lokal dari luar kawasan itu. Mereka masuk di zona inti TNLL tepatnya di Dongi-Dongi. Sejak mereka masuk, hingga kini pemerintah belum melakukan mencarikan solusi atas pendudukan lahan tersebut.

Kasus yang sama juga terjadi di kawasan wilayah Suaka Margasatwa Bangkiriang, di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai. Sebagian kawasan tersebut sudah dijadikan lahan perkebunan sawit.

"Tata kelola kehutanan kita masih amburadul, tidak saja soal pengelolaan kayunya tapi juga pengelolaan tanah dan hak ulayatnya," kata Ahmad.

Dia mengatakan, investasi di sektor perkebunan di Sulteng masih berkontribusi besar dalam menghasilkan emisi. Selain itu juga di sektor pertambangan.

Menurut dia, untuk menurunkan emisi tidak cukup dengan REDD tetapi perlu komitmen negara-negara maju agar mengurangi emisi yang dihasilkan dari industrinya.
(A055/M027)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011