Yogyakarta (ANTARA News) - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diharapkan bukan hanya menjadi objek wisata, melainkan juga harus bisa menjadi suluh budaya, kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Purwo Santoso.

"Suluh budaya yang bisa menyatukan konsep nasionalisme, baik untuk tingkat nasional maupun yang dimiliki daerah atau lokal," katanya dalam diskusi buku `Merajut kembali pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX karya Heru Wahyu Kismoyo`, di Yogyakarta, Kamis.

Dengan demikian, menurut dia, melalui konsep itu kearifan peninggalan budaya budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan tetap aktual dan bermanfaat bagi masyarakat.

"Istimewanya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat akan terjaga dengan menjadi sebuah suluh budaya. Jadi, tidak hanya mengedepankan simbol-simbol," katanya.

Ia mengatakan banyak pemikiran mendiang Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang masih relevan dan bermanfaat bagi proses demokratisasi. Misalnya, pemikiran beliau tentang multikulturalisme Indonesia melalui konsep politik kebudayaan Yogyakarta.

Namun demikian, menurut dia masih sering ditemui kesulitan menyatukan pemikiran antara dunia akademis dengan konsep di keraton, terkait demokratisasi hingga pemerintahan. Melalui beberapa pemikiran Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang mungkin belum semuanya tergali, bisa dilanjutkan kembali untuk menjabarkan lebih baik.

"Kita perlu serius menjabarkan secara lebih baik pemikiran dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX, termasuk tentang konsep kesatuan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.

Menurut dia, salah satu cara untuk merumuskan kembali dan menjembatani Yogyakarta dalam bingkai NKRI antara lain bisa ditempuh melalui strategi budaya dan pendidikan.

"Yogyakarta sebagai pusat kota pendidikan bisa terus dikembangkan. Yogyakarta bisa tetap menyalurkan pengetahuan dan seluk-beluknya," katanya.

Peneliti dari Australian National University John Monfries mengatakan Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah figur yang sederhana dan cukup berhati-hati, terutama terkait politik.

Namun, jika menyangkut pluralisme, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mampu mewadahinya dengan tetap menampung kalangan minoritas.

"Saya sangat jarang melihat Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengkritik tokoh-tokoh nasional. Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan figur politikus yang tidak mengejar kekuasaan," katanya.(*)

(L.B015*H010/M008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011