ersekutuan itu benar-benar terlibat dalam secara dekat dan karib dalam penggalangan dan dukungan, ...
Brussels (ANTARA News) - Peran beberapa negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dalam membantu pemberontak Libya menggulingkan Moamar Gaddafi  mulai menjadikan persekutuan itu dalam keadaan canggung  karena mereka berulang kali membantah bekerja sama dengan pemberontak.

Menteri Pertahanan Inggris Liam Fox sedikit mengangkat tabir rahasia gerakan itu ketika pada Kamis menyatakan NATO memberikan bantuan "sandi dan pengintaian" untuk membantu pemberontak memburu pemimpin Libya tersebut.

Kementerian Pertahanan itu pada Jumat kemudian mengumumkan membom "bungker markas besar" di kota asal Kadhafi, Sirte, yang terjadi saat pemberontak bergerak melancarkan serangan ke sana setelah menguasai Tripoli.

NATO senantiasa menolak tuduhan menggalang gerakan dengan pemberontak itu, memimpin pasukan khusus di darat, atau mencoba membunuh Gaddafi sejak pemboman dimulai pada Maret.

"Tidak ada sosok tertentu yang diincar secara pribadi, baik Gaddafi atau orang lain," kata juru bicara NATO Oana Lungescu pada Kamis setelah pernyataan Fox.

Lungescu bersikeras bahwa NATO teguh pada amanat Perserikatan Bangsa-Bangsa, terbatas untuk melindungi warga dari serangan apa pun. "Tidak ada penggalangan ketentaraan dengan pemberontak," katanya.

"Bantahan NATO itu mutlak sampah," kata Shashank Joshi, pakar perang Libya di Royal United Services Institute di London.

"Itu khayalan, yang diperlukan untuk tetap dalam batas Resolusi 1973 (Perserikatan Bangsa-Bangsa) dan untuk menghindari kesulitan hukum dan politik," kata Joshi kepada kantor berita Prancis AFP.

Rusia dan Cina tak menggunakan hak veto mereka di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk meloloskan pensahan resolusi itu pada Maret, namun mereka sejak itu menuduh NATO melewati cakupan amanatnya.

"Banyak sekali bukti bahwa NATO tidak hanya membantu pemberontak, tapi menjadi mitra menentukan dan penting pemberontak itu," kata Joshi.

"Persekutuan itu benar-benar terlibat dalam secara dekat dan karib dalam penggalangan dan dukungan, tanpa itu, pemberontak tidak bisa menang dalam kemelut tersebut. Jadi, saya tidak percaya satu kata pun perkataan NATO," tambahnya.

Seorang koresponden AFP pada Kamis menemukan penggerak Prancis dan Inggris di sarana kendali kubu timur pemberontak di Zuwaytina, sekitar 150 kilometer baratdaya ibukota lawan, Benghazi.

Prancis dan Inggris mempelopori serangan udara NATO, melancarkan gempuran pertama bersama Amerika Serikat pada 19 Maret.

Ketiga negara itu kemudian mengirim penasihat tentara ke Benghazi.

Koran Inggris pada pekan lalu mengungkapkan peran pasukan khusus Inggris SAS.

"Daily Telegraph", dengan mengutip sumber pertahanan, menyatakan anggota SAS dikirim ke Libya beberapa pekan lalu dan memainkan peran kunci dalam menggalang pertempuran untuk Tripoli dan sekarang memusatkan perhatian untuk melacak Gaddafi.

Suratkabar "The Times" melaporkan bahwa SAS bekerja sama dengan pasukan khusus Qatar.

Sementara tentara Qatar bergerak di garis depan dengan pemberontak, SAS melakukan peran lebih tertutup dengan berkoordinasi dengan pilot NATO, kata suratkabar itu, mengutip sumber Kementerian Pertahanan.

Pejabat Barat menekankan bahwa ada perbedaan antara pasukan pimpinan "pemerintah nasional" dengan serangan udara NATO.

"Saya pikir itu semacam beda tipis, yang hilang," kata pejabat itu, yang berbicara dengan syarat tak dikenali, mengenai pernyataan Fox bahwa NATO membantu memberu Gaddafi.

"Kenyataannya ialah bahwa beberapa negara NATO menempatkan sejulah orang di darat. Itu harus dijelaskan bahwa mereka tidak di bawah kendali NATO," kata pejabat itu, "Sayangnya, orang sering menyebut semua di sana adalah NATO."
(B002)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011