AsiaNet 47647

DURBAN, Afrika Selatan, 7 Desember 2011 (ANTARA/PRNewswire-AsiaNet) --

     - LSM mengatakan bahwa Indonesia harus menjaga pertumbuhan ekonomi saat ini di mana negosiasi perubahan iklim minggu ini di Durban menjelaskan bahwa kesepakatan global untuk mengurangi emisi tidak mungkin terjadi

     World Growth, LSM pembangunan yang berbasis di AS telah merilis sebuah laporan yang menunjukkan adanya jarak yang signifikan antara Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya tentang perubahan iklim.

     (Logo: http://photos.prnewswire.com/prnh/20111128/DC13195LOGO )

     Laporan ini - Restricting Growth: The Impact of Industrialized Country Climate Strategies on the World's Poor - menunjukkan bagaimana langkah-langkah untuk membatasi konversi lahan dan kehutanan akan mengurangi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan meningkatkan kemungkinan akan gagalnya proses UNFCCC.

     Duta Besar dan Ketua World Growth Alan Oxley mengeluarkan pernyataan sebagai berikut:

     "Ekonomi negara-negara berkembang dalam kelompok BASIC (Brazil, Afrika Selatan, India dan China) telah menjelaskan kepada Uni Eropa dan Amerika Serikat bahwa mereka tidak akan menyetujui pertumbuhan ekonomi dan mengurangi emisi sampai negara-negara berkembang mengambil alih pimpinan menurut Protokol Kyoto. Posisi ini juga telah didukung oleh Thailand dan Malaysia.

     Di sisi lain, Indonesia berjanji untuk mengurangi emisi sebesar 26 hingga 40 persen dalam beberapa tahun ke depan.

     "Hal tersebut tidak hanya merupakan komitmen yang lebih besar dari negara-negara berkembang, ini adalah komitmen yang lebih besar dari negara-negara kaya yang utama: Jepang dan Kanada melangkah jauh dari Protokol Kyoto, dan AS tidak akan meratifikasi perjanjian ini. Mereka tidak mungkin menciptakan komitmen baru yang mengikat di masa mendatang.

     "Indonesia harus mempertimbangkan kembali komitmennya untuk mengurangi emisi, sementara negara-negara kaya secara efektif tidak melakukan apa-apa.

     "Hal ini digarisbawahi oleh penelitian baru yang dilakukan oleh Norwegia dan Bank Dunia yang telah mengurangi penilaian resmi PBB terhadap emisi dari penebangan hutan di Indonesia sebesar 75 persen.

     "Janji Indonesia saat ini akan berdampak merugikan atas pertumbuhan industri kehutanan, perkebunan dan pertambangan di seluruh wilayah, dan dengan demikian berdampak ke seluruh perekonomian. Ini akan menghambat pembangunan ekonomi dan langkah-langkah pengurangan kemiskinan dan mencegah Indonesia dari mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

     "Melihat periode ketidakpastian ekonomi yang tengah memburuk oleh krisis zona Euro, Indonesia harus melakukan segala sesuatu agar dapat menjaga pertumbuhan ekonomi."

     Klik disini untuk membaca laporan, Restricting Growth: The impact of Industrialized Country Climate Strategies on the World's Poor.(http://www.worldgrowth.org/assets/file /WG_Durban_REDD_Report_12_11.pdf )

     Untuk berbicara dengan para ahli di World Growth atau mencari lebih banyak mengenai tugasnya, silakan kirim email ke media@worldgrowth.org atau hubungi +1-866-467-7200.

     World Growth adalah LSM internasional yang didirikan untuk memperluas penelitian, informasi, advokasi, dan sumber daya lainnya guna meningkatkan kondisi ekonomi dan standar kehidupan antara negara berkembang dan negara-negara lainnya. Di World Growth, kami menerima era globalisasi dan kekuatan perdagangan bebas untuk memberantas kemiskinan dan menciptakan peluang dan lapangan kerja. World Growth mendukung produksi minyak kelapa sawit dan penggunaan hutan sebagai sarana mempromosikan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan emisi gas rumah kaca. World Growth yakin bahwa budidaya minyak kelapa sawit dan hutan yang baik memberikan sarana yang efektif dalam pengelolaan lingkungan yang dapat berfungsi sebagai katalis untuk meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi. Untuk informasi lebih lanjut mengenai World Growth, kunjungi www.worldgrowth.org.

     SUMBER: World Growth

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2011