Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kehutanan (Menhut) Zulkifli Hasan, menegaskan investasi di sektor kehutanan tetap jalan, meski peta indikatif penundaan izin baru pasca-Moratorium Oslo terus direvisi.

Peta indikatif yang dibuat untuk menjadi arahan dunia usaha dalam memenuhi kebutuhan kawasan hutan, kata Menhut di Jakarta, Kamis.

"Secara keseluruhan ada perubahan luas peta indikatif penundaan pemberian izin baru sebesar 3,6 juta hektare dari 69 juta hektare menjadi 65,4 juta hektare," ujar Menhut.

Menteri mengatakan, ini bagian dari perbaikan tata kelola kehutanan nasional.

Dengan demikian, menurut dia, kehutanan tidak membatasi dinamika pembangunan sekalipun ada Inpres No.10/2010 soal Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

"Untuk teman-teman pengusaha yang sudah mendapat izin apapun, HTI atau kebun sebelum inpres keluar dan hingga sekarang, gak ada masalah, tetap jalan. Yang ditekankan ini izin baru, tak ada sama sekali di hutan primer dan gambut," papar Menhut.

Dia menambahkan revisi peta indikatif ini berdasarkan hasil survei tim terpadu Kemenhut, Kementan, BPN, dan UKP4 serta masukan masyarakat.

"Luasan areal kawasan hutan dan gambut berubah berdasarkan laporan dan survei tim. Kawasan hutan primer berdasarkan data baru citra satelit sudah berubah jadi kebun, atau ada kawasan yang berubah karena `review` tata ruang," ucapnya.

Menhut menegaskan revisi peta indikatif ini jadi acuan yang mesti diperhatikan pejabat daerah mulai gubernur, bupati dan wali kota dalam memetakan kawasannya.

"Ini jadi pedoman pejabat daerah dalam menerbitkan rekomendasi dan penerbitan izin penggunaan kawasan hutan," kata Zulkifli.

Menurut Dirjen Planologi Kemenhut, Bambang Supijanto, sangat jelas revisi ini tidak menghalangi pihak manapun yang ingin memanfaatkan kawasan hutan.

"Dunia usaha bisa memberikan klarifilasi kepada pemerintah jika wilayah operasional usahanya diluar peta indikatif itu, kalau sudah di cek benar, mereka tetap jalan," tutur Bambang.

Sementara Sekjen Kehutanan, Hadi Daryanto, mengatakan perubahan peta indikatif itu berimbas pada perubahan lahan degradasi yang bisa dimanfaatkan untuk investasi kehutanan.

Kalau dulu lahan terdegradasi yang bisa dimanfaatkan 35,4 juta hektare, kata Hadi, selama setahun ini tergerus (dimanfaatkan) tinggal 32 jutaan hektare.

"Lahan terdegradasi itu masih terbuka untuk investasi," katanya.

Pengurangan areal itu di antaranya peruntukkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 237.800 ribu hektare, restorasi ekosistem 246.775 hektare dan yang tengah diproses 14.800 hektare, HTI 900 ribu hektare dimana 40 persennya di alokasikan untuk "high conservation value forest".

(T.A027/C004)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011