Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sedang mempersiapkan pengembangan sistem perangkat lunak pemilihan umum elektronik (e-voting) yang tertanam (embedded) pada perangkat keras khusus e-voting.

"Perangkat ini usai digunakan pada Pemilu nasional, juga bisa dipakai untuk berbagai pemilihan seperti Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) hingga Pemilihan Kepala Desa (Pilkades)," kata Kepala Program e-voting BPPT Andrari Grahitandaru seusai Diskusi dan Simulasi Pemilu Elektronik dengan 20 anggota DPRD Kabupaten Gianyar di Jakarta, Kamis.

Sebelum merancang perangkat ini, ujarnya, tentu saja harus mengkaji berbagai pengalaman kegagalan e-voting yang pernah terjadi di beberapa negara seperti di Irlandia atau India yang perangkatnya tak dilengkapi oleh sistem verifikasi.

Contoh kegagalan lainnya adalah ketika dilakukan eksperimen pertama "online voting" di AS pada Oktober 2010, dimana para pejabat di Washington, DC, mendirikan sebuah sistem berbasis internet untuk pemilih luar negeri yang akan memberikan suara mereka.

"Para hacker tidak hanya mampu menembus sistem, tetapi juga sedang memantau apa yang terjadi di dalam sistem itu sendiri. Para siswa bisa melihat tanda tangan elektronik dari hacker yang berbasis di China dan Iran," katanya.

Karena itu, tambahnya, Indonesia sebaiknya belum menggunakan sistem online dalam menerapkan e-voting karena selain keamanannya tak bisa dijamin, infrastruktur internet belum merata, ditambah lagi banyak masyarakat yang gagap teknologi.

"E-voting juga hanya akan diterapkan bagi daerah yang memang benar-benar telah siap, baik dari sisi teknologi, pembiayaan, perangkat lunaknya, serta kesiapan masyarakat. Mereka yang belum siap tetap menerapkan pemilu konvensional," katanya.

Namun diakuinya, teknologi pemilihan umum elektronik (e-voting) berkembang sangat cepat di dunia, bahkan di Estonia pemilu elektronik sudah menerapkan sistem "mobile voting" melalui ponsel.

Estonia, suatu negara di Eropa yang penduduknya kebetulan hanya sedikit (lebih dari satu juta jiwa), disebutkannya, sudah berhasil menyelenggarakan e-voting dengan sistem internet (online) secara bertahap pada 2005, 2007, dan 2009. Lalu kemudian pada 2011 menerapkan pemilu melalui ponsel.

Selain Estonia, negara bagian di AS yakni Oregon, sudah memungkinkan penyandang cacat untuk memilih dengan iPad selama pemilihan khusus pada bulan November 2011.

Sementara itu di Long Beach, California, AS, diuji coba tracking kotak suara dengan menempatkan identifikasi frekuensi radio (RFID), chip di kotak suara untuk melacak gerakannya setelah pemungutan suara ditutup.

Sedangkan negara-negara bagian lainnya baru menginstal scanner berkecepatan tinggi untuk membantu menghitung surat suara (kertas bukti) lebih cepat.
(T.D009/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012